Ayat Al Qur’an dan Narasi Yang Dinyatakan Sebagai Hadits

Ayat Al Qur'an dan Narasi
Ayat Al Qur'an

Disusun oleh: S. Heri Susatyo

Al- Qur’an

Hajinews.id – Mengingat penulisan dan penghafalan Al Qur’an dilakukan dari sejak masa hidup Rasul Allah Muhammad hingga ke masa sekarang dan masa yang akan datang, maka keaslian setiap ayat Al Qur’an dari sejak masa pewahyuan hingga saa’ah kehancuran bumi dan langit nanti wajib diyakini oleh setiap manusia yang berakal sehat. Di samping itu, di dalam Al Qur’an |1| ada ayat yang menjelaskan tentang pemeliharaan Allah terhadap keseluruhan ayat- ayat Al Qur’an, dan |2| ada ayat Al Qur’an yang menjelaskan tentang tidak adanya keraguan terhadap keseluruhan ayat- ayat Al Qur’an.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Oleh karena itu, suatu kepastian bahwa setiap ayat Al Qur’an yang terdapat dalam buku/ kitab (mushaf) Al Qur’an itu terpelihara keasliannya dan tidak ada keraguan padanya.

Garansi bahwa Al Qur’an itu asli dan tidak diragukan ada pada dua ayat di bawah ini dan ayat- ayat Al Qur’an lainnya.

Al- Qur’an: Al-Hijr: 9

اِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا الذِّكۡرَ وَاِنَّا لَهٗ لَحٰـفِظُوۡنَ

Innaa Nahnu nazalnaz Zikra wa Innaa lahuu lahaa fizuun

Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Qur’an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya.

Al- Qur’an: Al- Baqarah: 2

ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ ھُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَ

Zaalikal Kitaabu laa raiba fiih; udal lilmuttaqiin

Kitab (Al- Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,

Narasi yang dinyatakan sebagai Hadits

Mengingat |1| tidak ada orang yang maksum, kecuali rasul- rasul Allah, sedang narasi yang dinyatakan sebagai Hadits, yang terkumpul dalam buku/ kitab Hadits itu bersumberkan kepada ucapan/ tulisan orang- orang selain Rasul Allah Muhammad, bukan oleh Rasul Allah Muhammad secara langsung, |2| beberapa narasi yang dinyatakan sebagai Hadits oleh perawinya itu mulai dihimpunkan dalam sebuah buku/ kitab setelah satu abad Rasul Allah Muhammad wafat pada Senin, 12 Rabiul Awal 11 H/ 8 Juni 632 M, dan |3| fakta yang ada hingga waktu sekarang ini menunjukkan bahwa berpuluh- puluh narasi yang terdapat dalam berbagai buku/ kitab Hadits yang disusun oleh beberapa orang itu tidak seluruhnya asli atau sebagiannya palsu, maka suatu kepatutan bilamana di waktu sekarang ini dan di waktu yang akan datang terhadap setiap narasi yang dinyatakan sebagai Hadits wajib diragukan keasliannya oleh manusia yang berakal sehat

Oleh karena itu, mukmin wajib meragukan keaslian terhadap setiap narasi yang dinyatakan sebagai Hadits oleh perawinya, kecuali telah dikonfirmasi/ diuji dengan ayat- ayat Al Qur’an. Jika bersesuaian dengan satu/ beberapa ayat Al Qur’an, maka wajib diikuti, sedang jika tidak bersesuaian dengan satu/ beberapa ayat Al Qur’an, maka wajib ditinggalkan/ tidak diikuti.

Garansi bahwa setiap narasi yang dinyatakan sebagai Hadits itu diragukan ada pada sejarah keberadaan dan pembukuan narasi yang dinyatakan sebagai Hadits sebagaimana tersebut di bawah ini.

Pada akhir abad pertama hijriyah/ketujuh miladiyah, ada faktor- faktor tertentu yang ikut mendorong penghimpunan Hadits tanpa ragu- ragu. Kekhawatiran akan terdistorsinya Al- Quran telah hilang. Teks Al- Quran sudah dihafal dan dibaca secara seragam oleh sebagian besar orang muslim yang tak terhitung banyaknya dan salinan mushaf Al- Quran sudah disebarkan secara luas ke berbagai wilayah. |1| Lebih jauh lagi, para syaikh Hadits yang terkemuka secara bertahap telah wafat satu demi satu, sementara gerakan korupsi dan pemalsuan Hadits mulai mengancam integritas Hadits. Perang sipil yang berawal dari terbunuhnya Khalifah ketiga, Utsmân bin ‘Affân (35 H/ 656 M) menyebabkan perselisihan dan pertentangan politik yang melibatkan periwayatan yang salah atas narasi yang dinyatakan sebagai Hadis dalam rangka mendukung kepentingan dan doktrin kelompok tertentu. |2| Oleh karena itu, diperlukan suatu ukuran untuk membedakan materi- materi Hadits yang asli dan yang palsu, serta untuk mendukung dan menopang metode periwayatan Hadits secara lisan. Kebutuhan ini menyebabkan seorang Gubernur Mesir dinasti Umaiyah, ‘Abd al-‘Azîz bin Marwan (65 – 85 H/ 684- 704 M), dan anak laki- lakinya Khalifah ‘Umar bin ‘Abd al-‘Azîz (97- 101 H/715- 719 M) menginstruksikan kepada para ulama untuk menghimpun Hadits. Instruksi tersebut disandarkan kepada peringatan yang dinyatakan oleh para ulama terkemuka pada masa itu agar mukmin berhati- hati terhadap para periwayat Hadits dan materi Hadits yang tidak dapat dipercaya. Pernyataan- pernyataan semacam itu merupakan benih- benih bagi ilmu kritik Hadits.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *