Buku- buku Hadits yang ditulis pada abad kedua hijriyah, yakni pada zaman tabi’ut tabi’in diantaranya adalah Al Mushannaf karya Imam Abdur Razzaq as Shan’ani, Al Muwatha’ karya Imam Malik bin Anas, dan Kitab Az Zuhud karya Imam Abdullah bin Mubarak.
Menggunakan ayat- ayat Al Qur’an sebagai ukuran, neraca, standar, atau batu ujian terhadap setiap narasi yang dinyatakan sebagai Hadits
Dengan demikian, agar tidak tersesat dari jalan (diin) mengikuti Al Qur’an menurut As- Sunnah, karena mengikuti narasi yang palsu yang ada pada buku/ kitab Hadits, maka menjadikan keseluruhan ayat- ayat Al- Qur’an sebagai ukuran, neraca, standar, atau batu ujian guna menetapkan keaslian/ kepalsuan suatu narasi yang ada pada buku/ kitab Hadits adalah jalan yang sepatutnya ditempuh oleh setiap mukmin.
Sehingga wajib, pokok, dan penting bagi setiap mukmin membaca Al Qur’an dengan mengetahui maknanya pada bahasa asli/ pada bahasa terjemah hingga khatam berulang kali di sepanjang hidup. Karena hanya dengan cara itu mukmin dapat mengetahui keseluruhan ayat- ayat Al Qur’an, sehingga dapat menilai keaslian/ kepalsuan suatu narasi yang dinyatakan sebagai Hadits oleh perawinya, baik pada bahasa asli maupun pada bahasa terjemah, yang ada di dalam buku Hadits atau yang terpisah dari buku Hadits.
Di samping itu, manakala seorang mukmin khatam berulang kali membaca keseluruhan ayat- ayat Al Qur’an dengan mengetahui maknanya pada bahasa asli/ pada bahasa terjemah, maka dia memiliki potensi yang besar |1| untuk dapat senantiasa mengikuti Al Qur’an menurut As Sunnah dan dengan memanfaatkan ayat- ayat Kauniyah (sains dan teknologi/ pengetahuan hasil riset) dalam beragama/ beramal, dan |2| untuk dapat mengetahui kebohongan dan dugaan- dugaan yang ada pada pendapat manusia, seperti filsafat, ideologi, klenik, dan takhayul.
(Temanggung, Jawa Tengah, 18 Maret 2023)
