Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia menolak keras munculnya Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 yang mengatur pemotongan upah. Hal ini disebut sebagai pelanggaran aturan perundang-undangan yang berlaku.
Beleid itu membolehkan perusahaan orientasi ekspor yang bisnisnya menurun akibat ekonomi global boleh membayar upah buruh sebesar 75 persen saja. Kemudian, ada pula aturan pengurangan jam kerja buruh jika diperlukan.
Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat menolak adanya aturan tersebut. Menurutnya, dalam kondisi bisnis seperti apapun, upah terhadap buruh tidak boleh turun, apalagi berada di bawah upah minimum.
“Poin pentingnya itu, upah itu tidak boleh turun dalam kondisi apapun jadi upah kalau turun artinya misalnya diabwah ump, standarnya itu dibawah UMP, ketika dibawah UMP maka upah itu menjadi pelanggaran. Jadi pengusaha itu melanggar perundang-undanganan yang berlaku dan itu pidana,” kata dia kepada Liputan6.com, Kamis (16/3/2023).
“Nah mau perusahaan ekspor impor, atau perusahaan apapun tidak boleh mengurangi upahnya dan tidak boleh turun di bawah UMP,” tambahnya.
Kemudian, Mirah juga menyinggung soal aturan yang membolehkan perusahaan mengurangi jam kerja. Jika memang ada pengurangan, maka upahnya tetap harus dibayar penuh.
Artinya, jika diperlukan langkah efisiensi, kata Mirah, bukan dari sisi yang bersinggungan dengan upah. Tapi perlu diambil dari pos-pos lainnya yang tak menyentuh langsung kepada upah kepada pekerja.
“Nah kalau mau mereka melakukan efisiensi atau apa, maka efisiensikan komponen atau pos-pos yang tidak bersinggungan dengan upah, itu bisa. Nanti pengusaha lah, kan kawan-kawan pengusaha ada tuh pos-pos atau tunjangan-tunjangan yang bersifat tidak tetap gitu ya, nah itu bisa dikurangi,” bebernya.
Sumber: liputan6