Perebutan Kekuasaan: Megawati-Mahfud Vs Jokowi-Luhut

Megawati-Mahfud Vs Jokowi-Luhut
Megawati-Mahfud Vs Jokowi-Luhut

Oleh: Smith Alhadar, Penasihat Institute for Democracy Education (IDe)

Hajinews.id – Skandal korupsi dan pencucian uang di kementerian keuangan yang disertai manuver politik Jokowi setelah itu nampaknya merupakan perebutan kekuasaan antara Megawati-Mahfud melawan Jokowi-Luhut.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Sejak awal wacana perpanjangan masa jabatan presiden yang diduga kuat berasal dari istana (baca: Jokowi-Luhut) — telah ditentang keras oleh Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri.

Menko Polhukam Mahfud MD juga juga tak mendukung gagasan yang berbahaya itu, baik lantaran berpotensi melanggar konstitusi maupun keos sosial. Dalam obrolannya dengan Mahfud pada 1 Januarin lalu, pakar hukum naranegara dari UGM, Zainal Arifin Mochtar, menyatakan Mahfud mengaku tidak tahu apakah pilpres jadi dilaksanakan tahun depan.

Pernyataan ini mengisyaratkan, ada usaha pihak istana untuk menunda pilpres. Pada 2 Maret, sekonyong-konyong PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU terkait proses verifikasi parpol di mana Prima dicoret dari peserta peserta karena tak memenuhi persyaratan administratif.

PN Jakarta Pusat memerintahkan KPU menunda pemilu hingga dua tahun empat bulan ke depan. Periode ini sama dengan usulan awal tiga ketua umum parpol, termasuk Ketum PKB Muhaimin Iskandar.

Bagaimanapun, keputusan pengadilan itu kontroversial. Karena itu, nyaris semua pakar hukum tatanegara, termasuk Mahfud yang merupakan profesor hukum tatanegara, melihat keputusan PN itu salah kamar, melanggar wewenangnya.

Seharusnya isu ini ditangani Bawaslu atau badan yang terkait dengan pemilu, bukan pengadilan umum. Publik, pakar, bahkan juga SBY mencurigai ada tangan istana di baliknya untuk menjustifikasi penundaan pemilu.

Isu ini menjadi isu panas dan ramai diperbincangkan semua kalangan, yang mengganggu stabilitas politik karena pilpres menjadi tidak pasti. Pada 7 Maret, Mahfud melakukan konferensi pers yang menyatakan bahwa tengah malam tadi Mega menelponnya dengan marah-marah terkait kasus Partai Prima yang dicurigai sebagai manuver Jokowi-Luhut untuk membatalkan pilpres.

Kecurigaan ini masuk akal karena baik Luhut maupun Jokowi memperlihatkan gelagat ingin berkuasa lebih lama. Gagasan ini kemudian disuruh diorkestrasi oleh relawan, kepala desa, menteri, parpol, bahkan Ketua MPR Bambang Soesatyo dan Wakil Ketua MPR Lanyalla Mahmud Mattalitti.

Menurut Yusril Ihza Mahendra yang diketahui dekat dengan kekuasaan, perpanjangan masa jabatan presiden bisa dilakukan oleh MPR. Tentu ini mengkhawatirkan Mega.

Sehari setelah konferensi pers tentang marah-marahnya Mega, Mahfud membongkar skandal kementerian keuangan yang melibatkan dana jumbo bernilai Rp 300 triliun ketika ia bicara di UGM dan UII. Skandal ini melibatkan 400-an pegawai Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai di bawah Kementerian Keuangan dan berlangsung setidaknya sejak 2009.

Menurut Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), kasus ini telah ia laporkan ke Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) selama paling kurang 200 kali. Namun, tak digubris.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *