Road to 2024: Anies Disambut, Anies Disambit

Anies Disambut
Anies Baswedan di Pondok Pesantren Luhur Al-Tsaqafah Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Ketiga, Anies mampu memikat kelompok muda intelektual. Secara survey Anies masih menjadi primadona dan kuda troya bagi calon lainnya. Keintelektualan Anies ini terwujud dengan hadirnya banyak di forum lokal, nasional, dan internasional. Bahasa Inggrisnya pun sangat mumpuni dan menjadi daya tarik dalam komunikasi. Ini poin kecerdasan berbahasa yang dimilikinya.

Keempat, pilihan orang-orang waras dan cerdas tentu bertumpu pada sosok yang mumpuni dari leadership hingga urusan pemerintahan. Modal kesuksesan Gubernur Jakarta bisa jadi tangga naik ke kelas berikutnya. Meski demikian perlu juga sosok itu diikuti sistem yang baik dan mumpuni.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Publik pun tampaknya tak bisa menahan gelora jika perubahan itu harus segera. Memang setiap masa kepemimpinan ada baik dan buruknya. Jika keburukan itu nyata dan terus bertabur setiap saatnya, lantas apa predikat yang tepat untuk model kepemimpinan seperti itu? Publik pun berharap perubahan melalui jalur pemilihan. Padahal ada perubahan yang tak harus konstitusional dan non-formal, serta tanpa kekerasan. Inilah yang juga perlu diperhatikan.

Pelajaran dari Riuh Kontestasi

Rakyat dalam substruktural kenegaraan posisinya masih di kelas bawah. Sistem politik demokrasi lebih mengunggulkan pemilik modal. Banyak pula aturan perundang-undangan yang dikangkangi kapitalis. Pun demikian dalam setiap kontestasi oligarki itu menggelontorkan dana tak terbatas untuk sebuah pemenangan.

Okelah sementara ini rakyat berharap pada sosok yang ideal dalam memimpin Indonesia ke depan. Rakyat juga harusnya berfikir sistem apa yang terbaik untuk menghadirkan pemimpin dan pejabat yang baik? Lebih-lebih pemimpin dan pejabat yang takut hanya kepada Allah. Penguasa yang menaati Allah dan Rasul-Nya.

Kondisi ini tidak bisa terlepas dari problematika kebangsaan yang pelik dan penuh polemik. Politisi berebut kekuasaan. Sementara rakyat terus berada dalam ketertindasan. Bukankah rakyat pemilik kekuasaan sejati? Posisi inilah yang harus diambil rakyat agar tidak diam dan terbujuk rayu politisi gadungan yang memperalat kekuasaan. Alhasil, rakyat perlu dipandu dan disadarkan dengan politik dan sistem kenegaraan yang sahih. Syukur-syukur sistem itu berlandaskan keilahian dan menjadikan Allah sebagai sandaran.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar