Gubernur pun tertawa dengan jawaban Abu Nawas, memang nyeleneh tapi masuk akal. “Baiklah Abu Nawas, sekarang pertanyaan terakhir. Menurutmu warna angin itu apa?” tanyanya.
“Warna angin itu merah,” jawab Abu Nawas enteng.
“Apa alasanmu?” tanya gubernur lagi.
“Kalau kita masuk angin lalu badan dikerok pasti akan muncul warna merah di badan. Itu menunjukkan kalau anginnya sedang keluar. Berarti warna angin adalah merah,” jawab Abu Nawas menerangkan.
Untuk kedua kalinya gubernur dibuat tertawa terpingkal-pingkal. “Kamu memang cerdik Abu Nawas. Kau mendapatkan apa yang diinginkan. Ternyata apa yang dikatakan Baginda Raja tentangmu memang benar,” tutur gubernur.
Abu Nawas spontan kaget mendengar nama Baginda Raja disebut. “Maksud tuan bagaimana?” tanya Abu Nawas penasaran.
“Sebelum aku ditugaskan kemari, Baginda Raja memberi tahu kalau di kota ini banyak sastrawan pintar dan di antara sastrawan yang paling cerdik adalah kau.”
“Aku berniat memanggil mereka untuk diberi hadiah, tapi sebelumnya ingin mengerjai dulu. Ternyata kau malah datang untuk membantu mereka, dan ini adalah suatu kesempatan bagiku untuk menguji kecerdasanmu,” cerita gubernur.
“Jadi hukuman mati yang tuan berikan hanya pura-pura?” tanya Abu Nawas kaget.
“Benar, Abu Nawas. Aku hanya ingin mengerjai mereka sebelum memberikan hadiah,” jawab gubernur.
Abu Nawas pun terdiam sejenak. “Kurang ajar, ternyata aku masuk perangkapnya. Tunggu saja pembalasanku nanti,” ungkapnya dalam hati.
Wallahu a’lam.