Petisi 452 Guru Besar dan Doktor Alumni HMI Dukung Mahfud Md Tuntaskan TPPU Rp 349 Triliun di Kemenkeu

Hajinews.id — Guru besar dan Doktor alumni HMI menyoroti Praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang belakangan ini semakin merajalela. Apalagi persoalan tersebut telah menurunkan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK) dari 38 tahun 2021 menjadi 34 pada tahun 2022, bahkan merupakan IPK terburuk sepanjang masa reformasi.

Dalam keterangan tertulis yang hajinews terima, Selasa (11/4/2023) disebutkan, Indonesia darurat korupsi di mana korupsi terjadi hampir di seluruh sektor, mulai dari pertambangan, perikanan, kehutanan, hingga pertanian. Bahkan selama ini Indonesia terkesan gagal dalam memberantas korupsi. Tingginya angka korupsi diikuti oleh meningkatnya kemiskinan (9,57%) dan pengangguran (5,3%) dengan tingkat kesenjangan (Gini Ratio 3,81). Indonesia menjadi negara terkorup di Asia Tenggara di bawah negara Vietnam. Ekonomi biaya tinggi terus berlangsung dan cenderung meningkat. Dampaknya adalah kesejahteraan masyarakat menurun.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Kemudian, turut dibahas munculnya polemik Rp. 349 Triliun yang dicurigai sebagai Transaksi Janggal termasuk di dalamnya kasus temuan kepabeanan senilai Rp. 187 Triliun menjadi pembuka tabir adanya masalah sistemik dalam kejahatan keuangan di Indonesia.

Forum Guru Besar dan Doktor alumni HMI mengungkapkan dugaan kejahatan TPPU di Kementerian Keuangan khususnya di Ditjen Pajak dan Bea Cukai membuktikan adanya, seperti hajinews kutip poin-poinnya, yang ditandatangani oleh Prof. R. Siti Zuhro, Prof. Edy Suandi Hamid Prof. Gunarto, Prof. Sri Puryono, dan Prof. Unti Ludigdo

 

1. krisis institusional, kebijakan, tata kelola dan moral yang memerlukan solusi segera.

Pernyataan terbuka yang disampaikan Menko Polhukam Prof. M. Mahfud MD dalam kapasitasnya sebagai Ketua Komite TPPU terkait Rp. 349 Triliun bukannya ditanggapi positif, tapi menimbulkan resistensi di Komisi 3 DPR RI. Hal ini sangat memprihatinkan karena DPR tidak menunjukkan kepeduliannya terhadap pemberantasan korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Padahal yang disampaikan oleh Menko Polhukam tersebut berdasarkan laporan-laporan yang diterimanya dari PPATK dan sumber-sumber lainnya yang kredibel.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Forum Guru Besar dan Doktor Alumni HMI menyatakan perlunya Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi yang meliputi:

Mendorong DPR berperan mengawasi proses penegakan hukum oleh Aparat Penegak Hukum (APH), sesuai dengan kewenangan yang ada. Kasus ini hendaknya tidak dibawa ke ranah politik. Peran DPR sangat diperlukan dalam menuntaskan RUU Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana.

Mendukung Prof. M. Mahfud MD dan jajaran dalam membangun gerakan anti korupsi dan anti TPPU di berbagai sektor pemerintahan. Mendukung penuh dan mengawal perjuangan Prof. M. Mahfud MD dan jajaran dalam menuntaskan perkara kejahatan keuangan senilai

2. Rp 349 Triliun yang melibatkan jajaran internal Kementerian Keuangan maupun pihak eksternal Kementerian Keuangan.

Diperlukan rekonsiliasi data dalam Komite TPPU antara Menko Polhukam, Menkeu dan PPATK sehingga data yang keluar sama dan valid, serta tidak seharusnya memunculkan penafsiran yang berbeda-beda seperti saat ini. Karena data yang disampaikan oleh PPATK adalah LHA (Laporan Hasil Analisa), data tersebut sudah setengah matang dan di dalamnya menunjukkan potensi dugaan terjadinya tindak pidana. Oleh karena itu, Laporan PPATK tersebut harus ditindaklanjuti oleh Aparat Penegak Hukum, baik KPK, maupun Kejaksaan dan Kepolisian.

Menuntut proses penuntasan TPPU ini dilakukan secara transparan dan akuntabel. Masyarakat harus mengawasi proses penegakan hukum ini sampai tuntas.

Meminta komitmen Presiden Jokowi untuk mengatasi kepelikan hukum guna mengembalikan aset negara yang sangat dibutuhkan, baik untuk pembangunan maupun untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Karena itu, sangat diperlukan PERPPU Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana.

Mendorong Aparat Penegak Hukum dan/atau Lembaga lain yang concern agar melaksanakan penguatan gerakan pemberantasan korupsi di Lembaga Negara, Kementerian, Pemerintah Daerah, BUMN dan BUMD secara tuntas.

Menuntut penguatan kelembagaan anti korupsi dan komitmen para pihak terkait dalam menuntaskan berbagai kasus korupsi.

3. Menuntut komitmen semua pihak, terutama para Ketua Umum Partai Politik dan elitnya dalam pemberantasan KKN.

Sebagai salah satu simpul penggerak pemberantasan korupsi, berbagai elemen masyarakat sipil harus bersinergi dan terus aktif memasifkan Gerakan Nasional Anti Korupsi.(*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *