Minta Debat Perbedaan Iedul Fitri Dihentikan, Ketua Umum PP Muhammadiyah: Harus Disikapi dengan Dewasa

Hajinews.id – Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir minta perdebatan penetapan Hari Raya Idul Fitri 1444 H berhenti. Terlebih arah dari perdebatan sudah tak lagi kondusif. Berujung saling caci dengan mementingkan ego masing-masing.

Haedar mengingatkan perbedaan penetapan Hari Raya Idul Fitri bukanlah kali pertama. Namun tetap berlangsung dengan kondusif. Uniknya perdebatan sengit baru muncul belakangan ini. Terutama di media sosial berbagai platform.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

“Hal yang paling penting dan tidak boleh terganggu atas ributnya perbedaan yakni menyerap nilai puasa Ramadan dengan seluruh rangkaian ibadahnya termasuk Idul Fitri,” jelasnya ditemui di Kantor PP Muhammadiyah Jogjakarta, Selasa (18/4).

Diketahui bahwa PP Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal 1444 H pada 21 April 2023. Sementara Pemerintah Pusat menjatuhkan 1 Syawal 1444 H pada 22 April 2023. Alhasil pelaksanaan Idul Fitri di sejumlah berlangsung dengan hari berbeda.

Menurutnya, perbedaan ini harus disikapi secara dewasa. Lalu menanamkan sikap tawassuth, toleransi dan saling menghargai. Terlebih Hari Raya Idul Fitri adalah hari kemenangan bagi seluruh umat muslim.

“Menjadikan setiap muslim Indonesia dan di dunia makin bertakwa, yang takwanya itu melahirkan kebajikan bagi dirinya, keluarganya, bagi masyarakat, bagi bangsa, bagi kemanusiaan dan pada saat yang sama, ia dan kita kaum muslimin maupun umat beragama semakin dekat kepada Allah,” pesannya.

Menurutnya sikap saling mencerca dan caci maki justru menodai makna bulan Ramadan. Alih-alih menahan amarah dan hawa nafsu malah sebaliknya. Tentunya ini membuat ibadah puasa menjadi batal.

Haedar justru mengapresiasi dengan adanya diskusi. Sehingga terjadi perbincangan yang cerdas tanpa adanya caci maki. Tentunya ini juga akan membuka khasanah ilmu selebar-lebarnya.

“Jangan karena berbeda terus akhirnya batal puasa kita. Beda kalau diskusi, tapi kalau sudah mencerca dan menyudutkan apalagi sampai mencaci maki secara haqiqi batal puasanya. Padahal puasa menahan marah dan hawa nafsu,” ujarnya.

Haedar menuturkan sikap dewasa dalam menghadapi perbedaan adalah mulia. Bahkan mampu menaikan derajatnya apabila saling menerima satu sama lain. Lalu membuka pintu diskusi untuk menelaah perbedaan yang ada.

“Keluhuran kita, kedewasaan berpikir kita dan kearifan kita dalam kehidupan yang menebarkan rahmatan lil alamin, jangan sampai hal yang bersifat satu aspek dari keberagaman merusak susu sebelanga dalam kita beragama. Poin penting ini tolong disebarkan termasuk umat dan bangsa yang ribut di media sosial,” pesannnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan