Presiden Astronomi Jeddah: Idul Fitri Jatuh pada Hari Jumat 21 April 2023

Idul Fitri Jatuh pada Hari Jumat 21 April 2023
Idul Fitri Jatuh pada Hari Jumat 21 April 2023

Namun, di tengah jalur GMH, lengkungan Bumi membuat bayangan umbra Bulan yang jatuh ke permukaan Bumi. Lengkungan Bumi itu membuat jarak Bumi sedikit lebih dekat ke Bulan dibandingkan jarak daerah di Bumi yang dilintasi antumbra Bulan ke Bulan. Karena itu, satu tempat di Bumi tidak mungkin bisa untuk mengamati GMC dan GMT sekaligus.

Unik

Gerhana Matahari adalah fenomena unik. Menurut Muhammad Yusuf, peneliti di Observatorium Bosscha, tidak ada tempat di Tata Surya yang bisa menikmati gerhana Matahari seperti yang terjadi di Bumi. Jarak rata-rata Matahari-Bumi adalah 400 kali jarak rata-rata Bulan-Bumi, demikian pula lebar Matahari sekitar 400 kali lebar Bulan.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Kesamaan rasio itu membuat ukuran piringan Bulan di langit dilihat dari Bumi setara dengan lebar piringan Matahari sehingga memungkinkan terjadinya gerhana Matahari. Jika ukuran piringan Bulan lebih kecil, maka piringan Bulan tidak bisa menutupi seluruh piringan Matahari hingga ketampakannya akan seperti peristiwa transit Venus, yaitu saat piringan Venus yang kecil melintas di depan Matahari.

Sebaliknya, ”Jika ukuran piringan Bulan lebih besar dibanding ukurannya saat ini, maka saat terjadi gerhana Matahari, pengamat di Bumi tidak bisa menyaksikan korona Matahari dan lapisan kromosfer Matahari,” tambahnya.

Selain itu, GMH adalah peristiwa yang jarang terjadi. Data Five Millennium Canon of Solar Eclipses: -1999 to +3000 yang disusun Fred Espenak dan Jean Meeus dan dipublikasikan NASA menyebut antara tahun 2000 sebelum Masehi (SM) hingga tahun 3000 Masehi terdapat 11.898 gerhana Matahari dalam berbagai tipe. Dari jumlah itu, jumlah GMH hanya 569 kali atau 4,78 persen.

Sementara selama abad ke-21, hanya ada 7 GMH atau 3,1 persen dari 224 gerhana Matahari yang terjadi. GMH 20 April 2023 adalah GMH ketiga selama abad ini. GMH terakhir terjadi 3 November 2013 yang bisa diamati di utara Samudra Atlantik dan tengah Afrika. Sementara GMH setelah ini akan terjadi pada 14 November 2031, yang melintasi tengah Samudra Pasifik.

Peneliti Pusat Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional Andi Pangerang Hasanuddin mengatakan, GMH terakhir di Indonesia terjadi pada 6 Juni 1807, yang melintasi selatan Sumatera dan Laut Jawa. GMH berikutnya di Indonesia akan terjadi pada 25 November 2049, yang melewati selatan Sumatera, pesisir selatan Kalimantan, bagian tengah Sulawesi, dan Halmahera.

”Tidak di semua abad akan terjadi GMH di Indonesia,” katanya. Setelah GMH 2049, GMH di Indonesia baru akan terjadi lagi 13 Oktober 2349 dan 17 Februari 2827.

Sebagian

Masyarakat Indonesia yang tidak berada di wilayah yang dilintasi jalur GMH masih bisa menyaksikan gerhana Matahari sebagian. Masyarakat di seluruh wilayah Indonesia bisa menyaksikan GMS, kecuali di ujung barat Pulau Sumatera.

Pusat Jejaring Informasi Ilmu Kebumian Internasional (CIESIN) Universitas Columbia, Amerika Serikat, memperkirakan 693 juta atau 8,77 persen penduduk Bumi bisa menyaksikan salah satu bagian dari GMH 20 April 2023, baik GMS, GMC, maupun GMT. Mereka tersebar di sejumlah negara Asia Tenggara, Australia, sebagian China dan Selandia Baru, serta sejumlah negara Oseania.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *