Pesantren NU ini Rayakan Idul Fitri 1444 H bersama Muhammadiyah: Berbincang dengan Tim Hisab di Pesantren Gading Malang

Pesantren NU ini Rayakan Idul Fitri 1444 H bersama Muhammadiyah
Pesantren Gading Malang

“Pendamping tersebut berasal dari alumni pondok ini juga. Sebelumnya kami biasa ke almarhum Ustadz Murtadlo (KH. Murtadlo Amin, dewan pengasuh PP. Sabilurrosyad Gasek Malang yang juga diasuh ketua PWNU Jawa Timur, KH. Marzuki Mustamar).”

Mengenai ketetapan pondok, tim hisab pada dasarnya diakui adalah khadim “tangan kanan” masyayikh dalam perihal hisab.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

“Pada prinsipnya, hasil telaah tetap kami sowankan ke Romo Kiai Ahmad (dalam hal ini KH. Ahmad Arif Yahya) apakah sudah benar atau belum. Dan ketetapan pondok nantinya juga berdasarkan arahan dari beliau,” demikian jelas Chasib. Lanjutnya, dewan pengasuh pun juga selalu menyampaikan bahwa masyarakat yang meyakini boleh mengikuti ketetapan pondok atau menunggu putusan dari pemerintah.

Pengajaran ilmu hisab ini dilakukan dari turun temurun. “Pelajaran hisab ini malah dulu diampu sendiri oleh dewan masyayikh yaitu Kiai Shohib (KH. Shohibul Kahfi, yang juga dosen jurusan matematika Universitas Negeri Malang) sebelum beliau wafat tahun 2020 lalu.”

Berdasarkan keterangan Chasib, Mbah Kiai Yahya (KH. Muhammad Yahya, pengasuh generasi ketiga Pondok Gading yang juga mursyid Thariqah Qadiriyah wan Naqsyabandiyah) telah menggunakan metode ini. Bahkan dari keterangan alumni santri-santri yang jauh lebih tua, konon penggunaannya sudah jauh lebih lampau dari masa hidup Kiai Yahya.

Salah satu kesulitan yang mungkin dihadapi tim hisab Pondok Gading adalah jika ada kontroversi atau pertanyaan dari publik. “Semisal kami setelah lihat dan bandingkan dengan beberapa hasil hisab maupun rukyat, mungkin kami tahu ada beda berapa derajat hitungan pihak sana, ada yang hasilnya begini, biasanya karena beda referensi.”

Tim hisab juga tidak menutup diri dari teknologi sebagai alat pembanding. Aplikasi astronomi juga coba dipakai.

“Hisab itu ya sains, ya fikih. Hisab itu alat untuk membantu fikih. Jadi hisab dulu sebelum ada teknologi malah mungkin lebih ribet, ya inilah gunanya ilmu untuk memudahkan.”

Selain meneliti awal dan akhir bulan Hijriyah, santri Pondok Gading juga mempelajari penentuan waktu shalat dan arah kiblat sebagai bagian pendidikan ilmu hisab di madrasah diniyahnya.

Bayangan saya, ilmu ini sangat segmented dan khusus peminat bidang eksakta.Ternyata tidak kudu begitu, dan regenerasi tim hisab di Pondok Gading juga berasal dari santri kelas akhir madrasah diniyah dari berbagai latar belakang pendidikan.

“Kitab yang jadi rujukan kami itu sepertinya ditulis bukan untuk orang-orang ahli matematika saja kok. Karena itu di kitab ilmu falak klasik memakai istilah fikih, meski hitungannya juga ada istilah matematis meski sederhana saja.”

Santri yang meneruskan pendidikannya di tingkat magister dalam bidang matematika juga itu menyebutkan bahwa hisab sebagai metode ilmu, mesti ada yang mengamalkan.

“Namanya ilmu, ini yang terus dijaga bareng dan biar tidak hilang. Dan dari pengalaman ini, saya banyak belajar bahwa NU ini tradisi falaknya beragam, tidak hanya melulu menggunakan dasar rukyat.”

Tim hisab Pondok Gading dengan tradisinya yang panjang, diakui pula oleh komunitas akademik. Mengenai hal itu, berdasarkan kisah dari Chasib, Unisma (Universitas Islam Malang) bersama Lajnah Falakiyah NU pernah mengadakan seminar tentang hisab, yang mengundang beberapa pesantren yang aktif di bidang falak bersama beberapa akademisi.

Pondok Gading termasuk pihak yang diundang. Perihal penelitian terkait metode hisab dengan kitab Sullamun Nayyirain di Pondok Gading, Anda juga bisa merujuk riset dari mahasiswa Ilmu Falak UIN Walisongo di sini.

Pesantren NU yang menggunakan ilmu hisab dalam menentukan itu tidak hanya di Pondok Gading. Untuk wilayah Jawa Timur, pesantren NU yang juga terkenal dengan tradisi ilmu falak khususnya hisab dalam penentuan awal dan akhir bulan Hijriyah adalah Pesantren Al Falah, Ploso, Kabupaten Kediri. Pada akhirnya, uraian di atas agaknya memberi wawasan pada kita bahwa tradisi keilmuan dan otoritas yang beragam dalam pesantren NU selalu dihidupkan di tengah masyarakat.

Sumber: islamco