Mengapa Harus Perubahan?

Mengapa Harus Perubahan?
Kolase Foto Jokowi, Anies dan Ganjar
banner 400x400

Implikasi keempat muncul dari utang yang jor-joran. Dengan hampir separuh anggaran negara terserap untuk membayar bunga dan cicilan utang maka negara akan semakin sulit memberikan insentif fiskal. Kalau ingin mempertahankan kapasitas fiskalnya, mau tidak mau, negara harus berutang lagi. Kalau sudah seperti ini, negara dikatakan terjerat dalam jebakan utang.

Maka tidak ada jalan lain. Projek-projek infrastruktur harus mulai membuahkan hasil dan memberi dampak signifikan kepada pertumbuhan ekonomi. Bila hal itu tidak terjadi, Indonesia akan bangkrut. Hal itu akan menjadi malapetaka bagi rejim Jokowi.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Pertaruhan Terakhir Jokowi

Jokowi dipastikan akan terpuruk bila pertumbuhan ekonomi tidak mencapai 7%. Sebaliknya, bila pertumbuhan ekonomi cukup tinggi Jokowi akan mengklaim semua kesuksesan. Projek-projek mangkraknya dan penindasan politik yang dilakukannya akan dilupakan. Jokowi akan ditahbiskan menjadi hero.

Apa yang dibutuhkan untuk meraih klaim itu hanya satu: waktu. Waktu itu ia perlukan agar infrastruktur yang dibangunnya mulai menarik kehadiran investor. Sayangnya, harapan akan ada investasi berbondong-bondong tidak terwujud. Investasi sangat seret walau perangkat hukum dan administrasi yang diciptakan Jokowi telah memudahkan hampir segala hal yang menjadi halangan investor, seperti perijinan, pengadaan tanah, perlindungan sengketa buruh dan lingkungan hidup, peraturan perpajakan, dsb.

Sebaliknya, Jokowi saat ini justru menghadapi backwash effect; sejumlah jalan tol, kereta api, bandara dan pelabuhan yang selesai didirikan gagal beroperasi secara optimal sehingga berpotensi merugi. Selain itu, beberapa BUMN mulai merugi dan hal itu memicu mereka untuk menjual infrastruktur yang telah susah payah mereka bangun dengan harga murah. APBN pun terancam, hampir separuh pendapatannya mesti dialokasikan untuk membayar bunga dan cicilan utang.

Keadaan ini tentu membuat Jokowi semakin frustasi. “Uang bersih” tidak datang memanfaatkan infrastruktur yang telah ada. “Uang kotor” juga tidak datang untuk memanfaatkan projek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).
Dalam kaitan itulah Jokowi menghendaki perpanjangan masa jabatan, baik melalui amandemen konstitusi yang mengijinkan 3 periode jabatan presiden atau penundaan pemilu yang memungkinkan dirinya mengumumkan keadaan darurat dan mendapuk jabatan presiden. Bila kedua solusi itu tidak mungkin diwujudkan, pertaruhan terakhir Jokowi adalah siapa yang unggul dalam Pilpres 2024. Tentu saja ia ingin Ganjar Pranowo, putra mahkotanya, akan unggul. Kepada Ganjar, Jokowi meletakkan pertaruhan terakhir masa depan politiknya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *