Prof Haedar Nashir: Konflik Kepentingan dan Perebutan Kekuasaan Jadi Ujian Silaturahmi Kita

Konflik Kepentingan dan Perebutan Kekuasaan
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir

Hajinews.id — Berlangsung di Gedung Prof. Dr. H. M. Amin Abdullah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga pada Senin (08/05), Ketua Umum PP Muhammadiyah sampaikan materi tentang Hikmah Syawalan. Di hadapan pemuka agama-agama dan civitas akademika UIN SUKA Jogja tersebut, Haedar mengawali materinya dengan mengucap maaf lahir dan batin.

Bagi Haedar, Indonesia merupakan rumah besar yang menaungi seluruh agama-agama dan kepercayaan. “Negeri kita Indonesia tercinta ini, harus menciptakan rumah yang besar, menjadi rumah nyaman untuk semua perbedaan, untuk keragaman, hidup bersatu, damai dan penuh toleransi,” ucapnya.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Secara normatif, ada banyak tuntunan menjaga silaturahmi. Di antara ciri “Ulil Albab” yang disebutkan dalam Al Quran ialah mereka yang senantiasa menjaga tali silaturahmi. “Dan orang-orang yang menghubungkan apa yang diperintahkan Allah agar dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.” (QS Ar-Ra’du: 21).

Nabi Saw juga meletakkan silaturahmi satu mata rantai dengan perintah ibadah, salat, dan zakat sebagaimana sabdanya: “Beribadahlah pada Allah SWT dengan sempurna jangan syirik, dirikanlah salat, tunaikan zakat, dan jalinlah silaturahmi dengan orangtua dan saudara.” (HR Bukhari).

Dalam pidato akhir kerisalahan Nabi Saw pada Haji Wada juga banyak nilai-nilai kemanusiaan semesta yang inklusif. Dalam momen sakral tersebut, Nabi Saw mengajak untuk memuliakan kaum perempuan dan semua umat manusia, meniadakan riba, meluruhkan ego golongan, menghilangkan diskriminasi, dan menjadikan umat yang satu dalam keragaman.

Dalam QS. Ali Imran ayat 103, Allah berfirman: “Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai”. Redaksi ayat ini memuat perintah sekaligus larangan. Artinya, umat Islam harus melakukan sesuatu yang positif dan pada saat yang bersamaan harus mencegah hal yang negatif. Umat Islam mesti menjaga silaturahmi sekaligus menghindari permusuhan.

Berdasarkan tuntunan normatif di atas, ada banyak sekali perintah untuk menjaga silaturahmi dan larangan menghunus permusuhan. Akan tetapi, kata Haedar, ujian sesungguhnya ialah apakah umat Islam mampu menjaga silaturahmi dengan kelompok yang berbeda dalam kondisi yang tidak normal?

“Bagaimana nilai-nilai yang kaya itu terus kita aktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Ada kesenjangan antara normatif dan empirik. Ujian silaturahmi bukan di kala normal, di kala normal insyaAllah bisa. Tapi di saat ada pemicu, bisakah kita tetap menjaga silaturahmi?”

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *