Sahabat Rasulullah; Abu Dzar Al-Ghifari

Abu Dzar Al-Ghifari
Hasanuddin Ketua Umum PB HMI

Rasulullah yang menyadari watak murid barunya itu lalu menjumpai dan sekali lagi menyuruhnya meninggalkan Mekah menuju kaumnya, sampai ada perintah selanjutnya dari Beliau. Kali ini Abu Dzar menurut dan kembali menemui kaumnya. Setiba di Bani Ghifar ia melaksanakan dakwah Islam hingga hampir seluruh anggota Bani Ghifar memeluk Islam dari dakwahnya, bahkan tidak terbatas hanya pada Bani Ghifar, namun juga pada Bani Aslam.

Suatu waktu saat Rasulullah telah mukim di Madinah, datang rombongan besar kafilah dari luar kota, dan langsung menuju ke kediaman Beliau. Yang ternyata rombongan itu adalah Bani Ghifar dan Bani Aslam yang telah memeluk Islam dipimpin oleh Abu Dzar Al-Ghifari.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Rasulullah menyambutnya dengan takjub atas keberhasilannya menyiarkan Islam. Memberikan pujian kepada Bani Ghifar dengan bersabda:

‘Suku Ghifar telah diampuni oleh Allah”

Kepada Suku Aslam beliau bersabda:

“Suku Aslam telah diselamatkan oleh Allah”

Dan tentu saja pujian khusus diberikan kepada Abu Dzar. Nabi bersabda:

“Tidak ada lagi di muka bumi dan di bawah naungan langit orang yang lebih jujur ucapannya daripada Abu Dzar

Sebagai Guru spritual yang mendidik Abu Dzar, Rasulullah dengan penglihatannya yang tajam menembus ke dalam Qalbu Abu Dzar, Rasulullah menampakkan segala kesusahan yang akan dialami Abu Dzar sebagai konsekuensi dari kejujuran dan ketegasannya. Karena itu Rasulullah Saw senantiasa berpesan kepadanya agar melatih diri dengan kesabaran dan tidak terburu nafsu.

Wasiat Nabi Kepada Abu Dzar

Suatu hari Rasulullah SAW mengemukakan pertanyaan kepadanya: “Wahai Abu Dzar, bagaimana pendapatmu bila menjumpai para pembesar yang mengambil barang upeti untuk diri mereka pribadi”?

Abu Dzar dengan lantang menjawab: “Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku akan menebas mereka dengan pedangku”.

Rasulullah Saw sesungguhnya telah mengetahui akan sikap Abu Dzar itu. Beliau bertanya tiada lain karena bermaksud ingin memberi pelajaran kepadanya. “Lalu Rasulullah memberinya nasehat: “Bersabarlah sampai kamu menemuiku”.

Masa Rasulullah berlalu, kemudian disusul era kepemimpinan Khalifah Abu Bakar dan Khalifah Umar. Keadaan berlangsung tertib, umat Islam mengalami kemajuan dan kesejahteraan berkat bimbingan Allah kepada para pemimpin kaum muslimin. Abu Dzar merasa tenang dalam suasana seperti itu. Hatinya tentram dan damai hingga masa pemerintahan Khalifah Umar.

Pasca Khalifah Umar mempimpin, dimana ajaran Islam sudah meluas ke berbagai wilayah-wilayah baru, Abu Dzar mulai melihat pertanda dari apa yang diwasiatkan Baginda Nabi Muhammad SAW kepadanya; melalui pertanyaan;

*”Wahai Abu Dzar, bagaimana pendapatmu bila menjumpai para pembesar yang mengambil barang upeti (pajak) untuk diri mereka pribadi”*?

Abu Dzar menajamkan mata pedangnya, bersama orang-orang kepercayaannya. Ia mendatangi dimanapun ia dengar ada pejabat yang hidup bergelimang harta. Tentu saja Abu Dzar juga mengingat pesan Rasulullah; “Bersabarlah hingga engkau menemuiku”, juga ia senantiasa teringat dengan firman Allah:

“Dan tidak patut bagi seorang yang beriman membunuh seorang yang beriman (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja).

QS. An-Nisa ayat 92).

Abu Dzar juga tentu saja kaum muslimin telah mendengar perkataan Nabi perihal Abu Dzar saat menerima rombongan Bani Ghifar dan Bani Aslam di Madinah. Bahwa “tidak ada lagi di muka bumi dan di bawah naungan langit orang yang lebih jujur ucapannya daripada Abu Dzar”.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *