Ngeri! Situasi Saat Ini Lebih Kacau Dari Ramalan Jokowi

Situasi Saat Ini Lebih Kacau Dari Ramalan Jokowi
Situasi Saat Ini Lebih Kacau Dari Ramalan Jokowi

Hajinews.idPerekonomian dunia diprediksi akan semakin tidak kondusif atau kacau setelah berakhirnya pandemi Covid-19 yang menghancurkan perekonomian dunia selama tiga tahun (2020-2022). Bahkan disebut-sebut akan lebih buruk dari Ramalan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menurut Bhima Yudhistira, Direktur Center for Economics and Law (Celios), ekonomi global sedang kacau balau pascapandemi Covid-19.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

“Butuh waktu cukup lama untuk perekonomian pulih, apakah akan menuju pada new equilibrium atau keseimbangan baru, atau justru masuk pada kondisi post-pandemic chaos, dimana variabel ekonomi menjadi sulit diprediksi dan fluktuasi ekonomi menjadi sangat cepat,” jelas Bhima kepada CNBC Indonesia, Senin (29/5/2023).

Bhima menyebut, ada empat indikator yang membuat ekonomi dunia sulit pulih pasca pandemi. Pertama, berdasarkan sumber World Trade Organization (WTO), volume perdagangan dunia 2023 diperkirakan mengalami perlambatan, yakni hanya tumbuh 1,7% dibandingkan ekspektasi tahun 2022 sebesar 2,7% secara tahunan (year on year/yoy).

Perlambatan volume perdagangan, disebabkan oleh gelombang proteksionisme, gangguan rantai pasok akibat perang, hingga pelemahan konsumsi domestik di negara industri.

Kedua, pertumbuhan ekonomi dunia mengalami tekanan hingga tumbuh terbatas 2,8%, lebih rendah dari pertumbuhan 2022 yakni 3,4%. Resesi akibat inflasi di zona Eropa cukup berdampak pada permintaan berbagai komoditas olahan primer dan bahan baku di sektor pakaian jadi, alas kaki, makanan minuman, furniture, mesin, otomotif, dan elektronik.

Ketiga, tren kenaikan suku bunga di berbagai bank sentral dalam rangka menjaga aliran dana asing, agar tidak keluar cukup membebani sektor perbankan dan konsumen.

Serta keempat, PMI Manufaktur global alami tekanan di level 49,6 atau di bawah level ekspansi 50.

“Ini menandakan berbagai perusahaan di sektor industri pengolahan tengah menahan pembelian bahan baku, karena kekhawatiran outlook permintaan yang tidak pasti beberapa bulan ke depan,” jelas Bhima.

Nah, dampak gagal bayar utang AS, kata Bhima akan jauh lebih berbahaya dibanding krisis perumahan pada 2008. Skala gagal bayar utang akan menaikkan risiko di hampir seluruh sektor keuangan global.

“Investor yang panik akan melepas kepemilikan surat berharga baik utang maupun saham di negara berkembang,” kata Bhima lagi.

Sumber: cnbc

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *