The President Can Do No Wrong: Pilpres 2024 & CAWE-CAWE Presiden Jokowi ( Bag. 1 )

Pilpres 2024 & CAWE-CAWE Presiden Jokowi
banner 400x400

Satu catatan kecil, ketika saya tengah menyelesaikan persengketaan tersebut secara maraton, di Jakarta ada unjuk rasa yang lumayan besar dengan membawa spanduk KPK (Ke Mana Presiden Kita). Tetapi saya tidak berang, karena lebih baik saya hemat bicara dulu agar kerja yang saya lakukan tidak gagal.

Singkat kata, benturan dapat diakhiri. Saya tak melampaui kewenangan yang saya miliki. Saya tidak masuk wilayah hukum yang menjadi kewenangan penegak hukum (penyelidik, penyidik, penuntut dan pemutus tuntutan). Berarti saya tidak melakukan “abuse of power”. Juga tidak melanggar konstitusi dan undang-undang. Saya pikir… ini termasuk cawe-cawe yang positif. Positive intervention.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Saya lebih baik berhenti di sini dalam mengupas kata cawe-cawe, karena bukan istilah cawe-cawe ini yang menjadi pokok perbincangan publik. Bukan.

Yang diperdebatkan adalah apakah yang dilakukan oleh Presiden Jokowi dalam proses pemilihan presiden mendatang itu, yang oleh banyak kalangan dianggap ikut mengatur siapa-siapa yang diharapkan akan maju sebagai calon presiden dan siapa yang tidak diharapkan maju, ini baik atau tidak baik. Boleh atau tidak boleh. Benar atau salah. Saya amati inilah yang menjadi inti silang pendapat di kalangan masyarakat kita.

Soal salah-benar atau baik-buruk ini memang harus sungguh dimengerti jika kita kaitkan dengan kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berpemerintahan. Kalau ada yang berkomentar “Sebagai seorang Bupati, tak sepatutnya dia ngomong begitu. Pernyataan seperti itu tidak baik,” ini mengait kepada soal etika. Etika berkaitan dengan baik dan buruk.

Sedangkan kalau ada yang mengatakan bahwa “Menteri Perdagangan itu terbukti bersalah karena dia memenangkan perusahaan keluarganya dalam tender yang menyimpang dari ketentuan yang resmi”, berarti itu lebih berkonotasi pada urusan hukum. The Minister is guilty.

Sungguhpun demikian, ada juga baik-buruk atau salah-benar yang tidak serta merta mengarah ke urusan etika dan hukum. Misalnya ungkapan seperti ini “orang itu salah, nggak baik dia, mosok begitu cara memperlakukan temannya”. Ucapan yang terakhir ini tidak harus dikaitkan dengan etika apalagi hukum.

Dalam pembahasan berikut ini, saya lebih menyoroti soal etis atau tidak etisnya sebuah perbuatan, dan juga salah atau benar sebuah perbuatan jika ditinjau dari sisi hukum dan undang-undang. Kita sering mendengar (di luar negeri), “What has been done by the President is both unethical and illegal”. Artinya perbuatan sang Presiden yang dimaksud sudah tidak etis, melanggar hukum pula.

Nah, dengan kata-kata pengantar tadi, kini saya akan menyampaikan pendapat saya menyangkut cawe-cawe Presiden Jokowi dalam proses Pemilihan Presiden Tahun 2024 mendatang.

Saya termasuk orang yang suka berbaik sangka, ketimbang mudah berburuk sangka. Artinya, saya tak gegabah mengatakan perbuatan seseorang itu buruk dan juga salah, sebelum yang bersangkutan ternyata memang buruk atau salah, atau bahkan keduanya. Apalagi terhadap Presiden kita, Pak Jokowi, saya harus hati-hati.

Dalam dunia pemerintahan, saya selalu memiliki kehati-hatian dalam pengambilan keputusan dan me- lakukan tindakan. Kecuali dalam situasi krisis dan darurat, keputusan cepat dan tindakan di lapangan harus saya ambil. Misalnya manajemen krisis yang saya jalankan dalam kegiatan tanggap darurat bencana tsunami 2004, menangani krisis ekonomi global 2008, menangani pembajakan kapal Sinar Kudus di Somalia 2011 dan emergency yang lain, tentu keputusan dan langkah cepat harus saya lakukan. Hitungannya bukan hari, tapi jam. (Bersambung Bag. 2)

Lihat Bag. 2: Bagian 2

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *