Kultum 159: Bagaimana Cara Menghindari Bid’ah?

Bagaimana Cara Menghindari Bid’ah?
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 400x400

Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.id – Secara etimologis, kata bid’ah berasal dari akar kata Al-Bada yang artinya menciptakan sesuatu tanpa ada yang mendahuluinya. Jadi bid’ah itu semacam ‘inovasi’ dalam berbagai masalah kehidupan. Secara garis besar, ada dua macam bidah; (1) yang pertama harus dilakukan dengan adat, seperti penemuan mesin modern dan ini diperbolehkan, karena prinsip dasar adat istiadat adalah boleh. (2) Yang kedua, berkaitan dengan inovasi baru dalam agama, dan ini haram, karena semua hukum Dien (agama) harus tunduk pada Tauqif (teks agama dan bukan pendapat pribadi).

Dengan demikian, amal ibadah itu aturannya hanya diambil dari Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Ibadah-bid’ah yang berkaitan dengan agama juga dapat dikelompokkan menjadi dua jenis. Yang pertama adalah (1) bid’ah doktrinal, seperti bid’ah sesat Al-Jahmiyyah (sekte Islam sesat yang mengingkari beberapa Sifat Allah. Yang kedua adalah (2) bid’ah Al-Mu’tazilah (sekte Islam sesat yang mengklaim bahwa mereka yang melakukan dosa besar berada dalam keadaan antara beriman dan tidak), dan sekte sesat lainnya.

Bid’ah jenis kedua ini adalah yang berkaitan dengan ibadah dengan cara yang tidak ditahbiskan oleh Allah, tetapi pelakunya menambah atau mengurangi atau melakukannya dengan cara yang tidak ditentukan. Setiap Bid’ah dalam agama adalah haram, karena Nabi bersabda, “Siapa pun yang memasukkan sesuatu ke dalam masalah kita (Islam) ini yang bukan bagian darinya akan ditolak” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Oleh karena itu, sungguh penting untuk membedakan antara berbagai jenis Bid’ah. Singkatnya, inovasi yang menyangkut urusan duniawi itu diperbolehkan. Namun bid’ah (atau inovasi) yang menyangkut masalah agama adalah haram dan merupakan dosa besar.

Siapapun yang menyembah Allah dengan cara yang tidak ditentukan dalam Islam dan tidak sesuai dengan sunnah nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam adalah seorang inovator. Inovasi-inovasi tersebut dapat berupa sedikit perubahan pada konsep-konsep yang sudah menjadi bagian dari agama, seperti menambah atau mengurangi jumlah shalat atau rakaat dalam shalat dan puasa pada hari-hari yang diharamkan dalam sunnah dan hadits. Allah Subhanahu wata’ala memperingatkan kita tentang para innovator,

وَاِنْ تُطِعْ اَكْثَرَ مَنْ فِى الْاَرْضِ يُضِلُّوْكَ

عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗاِنْ يَّتَّبِعُوْنَ اِلَّا الظَّنَّ

وَاِنْ هُمْ اِلَّا يَخْرُصُوْنَ

Artinya:

Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkan kamu dari jalan Allah, yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan (QS. Al-An’am, ayat 116).

Oleh karena itu umat Islam harus mencoba untuk menghindari inovator dan inovasi (bid’ah) ini. Lantas, bagaimana cara untuk menghindari Bidah? Pertama, umat Islam harus melakukan kros-cek dengan melihat ke dalam Al-Qur’an. Untuk menghindari kebingungan dalam masalah agama, umat Islam harus selalu meng-kros-cek dengan Al-Qur’an sebagai sesuatu yang lebih baik.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *