Meski Negara Melindungi Kelompok Minoritas, Ketua MUI Mengecam Kopdar LGBT Asean di Jakarta: Tolak!

Ketua MUI Mengecam Kopdar LGBT Asean
KH Cholil Nafis

Pernyataan tersebut juga memicu kekerasan terhadap komunitas LGBT di berbagai daerah di Indonesia.

“Pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo, melalui program Nawacita, telah bertekad untuk memperteguh kebinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebinekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antar-warga,” kata Nurkhoiron.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Dalam penelitian Komnas HAM pada 2015, komunitas LGBT mengalami kesulitan dalam pemenuhan hak atas kesehatan, hak atas pekerjaan, hak untuk mendapatkan perlakuan hukum yang adil, dan hak atas kebebasan berekspresi.

Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa media berperan besar dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait LGBT.

Pada 2006, di Yogyakarta, pertemuan para ahli HAM internasional diadakan untuk menyikapi berbagai penyalahgunaan kekuasaan, kekerasan, dan diskriminasi terhadap kelompok seksual minoritas.

Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan yang disebut Prinsip-prinsip Yogyakarta dan berisi penerapan hukum internasional HAM dalam hubungannya dengan orientasi seksual dan identitas jender.

Prinsip-prinsip Yogyakarta ini merupakan panduan universal untuk menerapkan hukum HAM internasional untuk pelanggaran yang dialami oleh kelompok seksual minoritas.

Prinsip Yogyakarta ini juga menjadi dasar Komnas HAM dalam mendorong terpenuhinya hak-hak kelompok LGBT oleh negara.

Nurkhoiron menambahkan, sesungguhnya keberadaan komunitas LGBT telah diakui oleh negara, antara lain dengan adanya Peraturan Menteri Sosial Nomor 8 Tahun 2012 terkait kelompok minoritas, yang menyebutkan adanya gay, waria, dan lesbian.

Selain itu, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 27/2014 tentang Pedoman Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Kerja Rencana Kerja Pembangunan Daerah tahun 2015 yang memasukkan gay, waria, dan lesbian dalam peraturan tersebut.

Namun, Komnas HAM menyesalkan, hal yang ada dalam berbagai peraturan negara tersebut tidak mengusung semangat dalam Prinsip-prinsip Yogyakarta, dan justru mendiskriminasi dan memberikan stigma terhadap komunitas LGBT.

Untuk itu, Komnas HAM mendorong agar para pejabat publik berhenti memberikan pernyataan negatif yang memicu timbulnya kekerasan dan pelanggaran HAM bagi komunitas LGBT.

Para pejabat publik juga diminta mengambil kebijakan dan program yang mengacu pada Prinsip-prinsip Yogyakarta terkait komunitas LGBT.

Komnas HAM juga meminta penegak hukum menghentikan segala bentuk pembiaran tindakan kekerasan yang dilakukan oleh ormas ataupun individu kepada komunitas LGBT.

Selain itu, media massa diminta memberitakan secara berimbang dan tidak memberitakan hal-hal yang menimbulkan stigma dan kekerasan bagi komunitas LGBT.

“Masyarakat untuk tidak melakukan diskriminasi dan kekerasan kepada komunitas LGBT,” pungkas Nurkhoiron.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *