Jokowi: Dari Zero ke Hero, Jangan Sebaliknya!

Jokowi: Dari Zero ke Hero
Jokowi

Dalam catatan sejarah, Suharto dan peristiwa tragis terjadi di sepanjang tahun 1998. Sang promotor politik Orde Baru, Amerika dan sekutunya, yang sudah mulai tak menyukai kebesaran Suharto yang sangat fenomenal, mulai melancarkan aksinya. Suharto yang mulai tak mudah ‘diatur’ yang berdampak membahayakan posisi penting Amerika dan sekutunya dalam kaitan kepentingan Geo Politik regional-Internasional, mulai menggarap Suharto lewat permainan pasar keuangan (dolar politik) . Krisis moneter ‘98 pun terjadi dan berhasil melumpuhkan kekuasaan Suharto yang selama berkuasa menggunakan juga dunia finansial sebagai senjata politik utamanya.

Dalam situasi krisis ini, para menteri yang sempat dikenal sebagai orang dekat dan pendukung-pembantu setia Suharto, adalah kumpulan politisi yang justru turut mendorong percepatan lengsernya Jenderal besar Suharto dari kekuasaannya. Sejumlah anak didik inti dalam institusi politik Orde Baru, satu-persatu menusukkan pisau politik ke tubuh sang Jenderal Besar dari belakang. Massa rakyat yang lama berjuang menumbangkan rezim Orde Baru dan massa rakyat pendukung rezim Orde Baru pun, bersatu dalam barisan rakyat yang dengan lantang meneriakkan tuntutan..Turunkan Suharto…Adili Suharto…!!! dan sejenisnya. Amok massa dengan suara geram penuh amarah menggema di langit seantero bumi Nusantara, terdengar mirip sebagaimana teriakan massa rakyat turun ke jalan di tahun 1965.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Dengan catatan singkat di atas tentang sejarah politik massa rakyat dan realita politik kekuasaan di negeri ini, sebaiknyalah hal ini menjadi bahan renungan bagi para pemimpin kita hari ini dan yang akan datang. Dukungan massa rakyat yang hari ini begitu membahana, bisa saja dalam sehari berbalik menjadi kumpulan manusia yang berteriak menyuarakan hal yang berbalik, 180 derajat. Apa lagi ketika politik segregasi dan politik identitas yang disertai menjamurnya institusi politik massa rakyat yang bernama Relawan, begitu tumbuh subur menjamur. Tak ada yang sungguh-sungguh rela…karena mereka dengan kesadaran tinggi mengadopsi jargon…there is NO free lunch in politic..alias engga ada makan siang gratis di dunia politik..!

Ditambah lagi, dunia idealisme telah mati dibunuh oleh pragmatisme sempit-matrealistis. Kesetiaan hari ini bukan menjadi ukuran dalam hal kemurnian dukungan terhadap diri seorang pemimpin. Apalagi ketika kemunafikan dan ‘Jilatisme’ menjadi metode meraih kejenjangan status sosial-politik-ekonomi diri seseorang, baik di institusi sipil maupun militer, tumbuh subur sebagai mashab terdepan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian kepada para pemimpin di negeri ini, jangan lah sekali-kali terbuai dengan riuh rendahnya dukungan dan puja-puji rakyat yang mengelu-elukan Anda. Terlebih kesetiaan dalam bentuk hasil gelembung busa yang begitu massif di produksi oleh para buzzer pembentuk citra politik utama; yang telah berhasil menempatkan Citra politik sebagai realita politik hari ini!

Celakanya, realita politik sesungguhnya baru akan terbaca dan dirasakan oleh massa rakyat di saat krisis terjadi. Sementara krisis sosial politik dalam kehidupan masyarakat dillusional seperti belakangan ini, bisa muncul tak terduga. Terutama ketika rakyat terhenyak dan terbuka mata hati dan pikirannya sehingga mampu menatap dan merasakan realita sosial politik yang sesungguhnya, hari ini!

Kita sungguh berharap di negeri ini, para pemimpin kita semua dibukakan mata hati, mata batin, mata jiwa dan pikirannya agar kembali mampu membaca dan mendengar suara batin rakyat, yang sesungguhnya dan sebenarnya! Dengan harapan, agar tidak ada lagi peristiwa Sang HERO terlikuidasi dinamika politik terjun bebas ke titik ZERO. Semoga..!

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *