Budiman Sudjatmiko: Keputusan Megawati Memilih Ganjar Itu Keliru

Keputusan Megawati Memilih Ganjar Itu Keliru
Budiman Sudjatmiko. ilustrasi: detik
banner 400x400

Pertemuan baru-baru ini, ngobrol apa dengan Prabowo?

Diskusi mengalir, soal petani, kami diskusi desa, diskusi ancaman perang nuklir, konsekuensi dari perang Rusia-Ukraina. Lalu dampak kalau ada ketegangan di Selat Taiwan, konsekuensi dari krisis, ancaman krisis pangan karena Rusia mencabut diri dari perjanjian pengiriman gandum di Laut Hitam. Kami diskusi dari hal global sampai soal pupuk, soal reforma agraria. Artinya kami pernah membaca referensi-referensi yang sama dalam dua dunia berbeda. Dunia petani dan dunia geopolitik, geostrategi. Ya ketemulah.

Sudah dimintai klarifikasi oleh partai sebelum akhirnya dipecat?

Kalau sesuai prosedur sebenarnya ini tidak sesuai tahapan yang ada. (Biasanya) ya ada pemanggilan surat peringatan, tertulis, kemudian klarfifikasi. Tapi ini kan enggak. Tapi saya nggak tahu apakah ini bagian dari hak prerogatif ketua umum, saya kurang tahu. Karena tidak ada penjelasan di situ. Tetapi biasanya, lazimnya, setiap anggota yang dipecat itu boleh memberikan pembelaan saat forum kongres, dan PDIP akan kongres tahun 2025.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Anda ingin meminta diberi kesempatan klarifikasi?

Enggak saya tidak ingin memperpanjang. Saya tidak mau bermain-main seolah korban. Saya tidak ingin playing victim. Saya justru ya udah, oke. Toh nanti kalaupun saya harus melakukan pembelaan diri, masih ada kongres tahun 2025. Untuk sementara saya menjalani status jomblo dahulu (sambil tertawa).

Kemarin ada deklarasi relawan Prabu, apa yang akan Anda lakukan dengan Prabu?

Ya terus terang saya ingin Pak Prabowo dikawal dari segi substansi. Jadi bukan sekadar lapangan, kita bicara juga pertukaran ide, menyusun visi-misi, menyusun rencana-rencana Indonesia. Bukan sekadar menang secara kuantitatif. Saya ingin juga memenangkannya secara kualitatif.

Prabu dibentuk dan persiapannya itu sejak kapan?

Ngobrol-ngobrolnya itu sepuluh hari sebelum 18 Agustus ya, ketika dirasa bahwa target saya berkunjung ke Kertanegara untuk menyatukan kekuatan nasional dan persatuan nasional itu rupanya belum mencapai target. Tadinya mau dibuat di Banyumas, kebetulan Banyumas itu adalah tempat leluhurnya Pak Prabowo dan saya juga gitu. Tetapi kemudian akhirnya diputuskan pindah ke Semarang.

Ada yang bilang persiapan deklarasinya itu dibantu oleh kader Gerindra, betul?

Saya tidak tahu yang jelas itu urunan sih, urunan dari berbagai pihak, termasuk dari pihak saya juga. Termasuk, saya, tim saya juga urunan. Bukan kita dibayari, lantas kemudian kami bikin panggung itu, enggak. Kami sharing.

Siapa saja orang partai yang datang di deklarasi Prabu?

Bahkan kemarin ada tiga orang Golkar hadir, Kang Dedy Mulyadi, Sharif Cicip Sutardjo sama Erwin Aksa. Ada Mas Sugiono (Gerindra) juga, ada semuanya di situ, ada juga tim dulu yang sama-sama mendukung Pak Jokowi, ada Pak Hasyim.

Sebagai tokoh aktivis ‘98 yang banyak dikenal anak muda dan gerakan rakyat, anda sekarang justru mesra sekali dengan tokoh militer seperti Prabowo. Bagaimana anda menjelaskan itu?

Itu menarik, ya ada yang mengkritik. Tetapi tidak sedikit lho dari kelompok-kelompok mahasiswa yang mengajak saya diskusi, Memang sering diskusi dengan kelompok-kelompok mahasiswa, kelompok buruh, organisasi petani. Inisiatif (mendekat ke Prabowo) dari teman-teman aktivis, yang jengkel bahwa setiap lima tahun penderitaan kita dijadikan bahan kampanye untuk memojokkan salah satu capres. Tapi juga tidak kunjung diselesaikan. Selalu berulang-ulang seperti itu. Harapan kita tadinya mau diselesaikan tapi juga tidak kunjung selesai.

Kami ini adalah petarung yang tahun ‘98. Kami kalah karena kami ditangkap, sebagian teman yang lain kalah karena disandera, diculik. Kami merasa mengemban tugas sejarah. Pak Prabowo dan teman-temannya merasa menjalankan tugas negara. Its oke. Dan Pak Prabowo bilang, saya mendapat perintah, kan begitu ya.

Katanya sempat ada tawaran sampai tiga kali dari Presiden Jokowi untuk menjadi Menteri desa, dan anda tolak?

Ya saya katakan begini, kan Pak Jokowi ingin saya jadi Menteri, tapi coba mas Budiman ngomong ke ibu juga, waduh pak saya nggak pernah minta-minta, saya nggak pernah minta peran di istana, saya pernah juga dipanggil ke rumah beliau, di Solo, saya bilang waduh pak saya tidak pernah minta-minta jabatan.

Misalnya akan ada kesempatan di masa mendatang tawaran jadi Menteri desa bakal ditolak lagi nggak?

Kalau ada kesempatan ya, sejauh di bidang yang saya pahami, oke. Masalahnya kan nggak ada, dulu pernah ditawari cuma harus disampaikan ke Bu Mega, saya nggak bisa menyampaikan ke Ibu kalau minta-minta seperti itu. Tapi Ibu malah punya gagasan bilang ke saya, pengen mengangkat saya di BRIN. Ibu yang menawarkan ke saya.

Sumber: detik