Tantangan Berat Ganjar Pranowo

Tantangan Berat Ganjar Pranowo
Ganjar Pranowo dan Jokowi
banner 400x400

Oleh: Agus Sutisna, dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT)

Hajinews.id – Meski berdasarkan rilis lembaga-lembaga survei posisi Ganjar Pranowo relatif stabil bolak-balik dengan Prabowo (teratas atau runner up), bacapres PDIP ini sesungguhnya menghadapi tantangan yang tidak bisa disebut ringan. Apalagi setelah Golkar dan PAN yang semula diharapkan bakal merapat ke PDIP beberapa hari lalu memilih bergabung dengan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) dan memperkuat pendeklarasian Prabowo sebagai bacapres. Berikut ini sejumlah tantangan berat yang sedang dan bakal dihadapi Ganjar.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Pertama yang harus segera diungkapkan (dan ini mestinya sudah disadari betul terutama oleh Ganjar sendiri dan Ganjarian) adalah terkait pencalonannya oleh PDIP. Publik, terutama kader dan massa akar rumput PDIP tahu belaka bahwa pencalonan Ganjar sebagai Bacapres PDIP terjadi karena situasi fait accompli yang dihadapi Megawati (dan tentu saja elite-elite utama PDIP). Ganjar adalah figur yang “dikehendaki” publik, setidaknya demikian yang diungkapkan berbagai lembaga survei dan para pengamat. Inilah poin penting yang memicu munculnya situasi fait accompli itu.

Dalam situasi demikian, Megawati “dipaksa” tunduk pada kehendak publik, meski kita semua tahu betul, Megawati sesungguhnya menginginkan putrinya, Puan Maharani yang dimajukan. Tapi itulah suara demos, vox populi vox dei. Dan, Megawati dalam konteks situasi ini adalah seorang demokrat, paham dan sadar bahwa keinginan publik tak bisa dilawan, karena dalam tradisi demokrasi dipercaya bahwa keinginan publik adalah keinginan Tuhan. Maka dengan berat hati Megawati menyerah dan Ganjar dideklarasikan sebagai capres. Situasi ini saya kira mirip dengan situasi yang dihadapi PDIP menuju Pemilu 2014 dan 2019 silam.

Satu hal yang bisa disimpulkan dari situasi yang mengiringi pencalonan Ganjar itu bahwa elite PDIP sesungguhnya tidak cukup solid mendukung Ganjar. Ini kemudian terkonfirmasi dengan beberapa indikasi yang belum lama berselang mengemuka. Diawali dengan “insiden” Effendi Simbolon yang secara terbuka menilai Prabowo merupakan figur paling tepat untuk memimpin Indonesia ke depan. Jadi, bukan Ganjar!

Effendi memang kemudian dipanggil Sekjen. Clear, ia akan tegak lurus dengan keputusan DPP PDIP. Namun tak berselang lama, Budiman Sujatmiko mengunjungi Prabowo, sebuah kunjungan yang dipersepsikan sebagai bentuk dukungan terhadap Bacapres KKIR. Jadi, bukan kepada Ganjar!

Kita semua tahu bahwa kedua tokoh itu merupakan kader-kader populer PDIP. Maka dengan mudah isu ini dianggap sebagai “isyarat” konfirmatif bahwa di tubuh partainya sendiri, Ganjar memang tak sepenuhnya diterima sebagai bacapres. Kemudian satu lagi soal yang sangat krusial dan masih menjadi “misteri politik” hingga saat ini adalah sikap Jokowi sendiri sebagai kader utama PDIP, yang dalam berbagai event kerap menunjukkan kedekatan dan aura dukungannya terhadap Prabowo. Jokowi dinilai banyak pihak idem ditto dengan Effendi dan Budiman: tak (sepenuhnya) mendukung Ganjar!

Faktor Jokowian

Tantangan berat Ganjar berikutnya adalah berkenaan dengan pilihan sikap Jokowian (pendukung fanatik Jokowi), terutama yang berbasis di kalangan relawan. Bahwa di tubuh Jokowian saat ini jelas telah terjadi perubahan pilihan sikap dalam soal pencapresan Ganjar oleh PDIP. Seperti telah disinggung di depan, pergeseran sikap ini tentu saja bermuara pada kecenderungan sikap Jokowi sendiri yang lebih menunjukkan kedekatan dan endorsement politiknya kepada Prabowo.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *