Menilik Strategi Tempur Surya Paloh, Rebut PKB dari Sisi Prabowo, Tak Risau Kehilangan Demokrat

Hajinews.id — Menelaah strategi tempur Surya Paloh menghadapai Pilpres 2024 setelah menduetkan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Anies-Cak Imin).

Surya Paloh kini jadi perbincangan publik setelah langkahnya berhasil merebut PKB dari kubu Prabowo Subianto.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

PKB sebenarnya telah tergabung dalam koalisi pengusung bacapres Prabowo Subianto, bersama Gerindra, Golkar, dan PAN.

Sementara Partai Nasdem pimpinan Surya Paloh sebetulnya telah memiliki koalisi yang sudah cukup syarat untuk berlayar di Pilpres 2024 mengusung Anies Baswedan.

Namun perahu Nasdem bersama Demokrat dan PKS goyang setelah satu di antaranya memilih keluar dari koalisi.

Adalah Partai Demokrat, yang merasa kecewa atas diduetkannya Anies-Cak Imin, karena bagi mereka perjalanan koalisi tersebut diwarnai sebuah penghianatan.

Partai Demokrat sempat sumringah karena ada surat tulisan tangan Anies Baswedan yang meminta ketua umumnya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk jadi cawapres.

Namun tiba-tiba Anies Baswedan disebut menerima diduetkan dengan Cak Imin oleh Partai Nasdem yang membangun kerja sama dengan PKB.

Partai Demokrat mengaku ‘dipaksa’ untuk menerima keputusan itu, hingga kemudian memilih hengkang dari Koalisi Perubahan lantaran kecewa berat.

Pengamat politik Hendra Setiawan Boen berpandangan menduetkan Anies-Cak Imin adalah langkah brilian dari Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh

Hendra melihat strategi Surya Paloh menarik PKB tersebut untuk menambah kekuatan Koalisi Perubahan dari segmen Nahdliyin.

Di sisi lain juga, dengan berhasil menarik PKB setidaknya memperlemah kekuatan yang dimiliki kubu Prabowo Subianto.

“Berhasil menarik PKB yang berarti memperlemah KKIR adalah hal positif,” kata Hendra dalam keterangannya kepada Tribunnews.com, dikutip TribunSumsel.com, Ahad (3/9/2023).

Hendra menilai Surya Paloh sebagai juru strategi tempur yang cerdas, walaupun berimbas pada keluarnya Partai Demokrat dari Koalisi Perubahan.

Menurut Hendra, keluarnya Partai Demokrat bukan suatu kerugian, justru membawa keuntungan kepada Anies Baswedan.

“Kita ingat dalam beberapa bulan belakangan, Partai Demokrat seperti duri dalam daging di koalisi pendukung Anies, memaksa mendeklarasikan cawapres secepatnya,” kata dia.

Hendra mengungkapkan, bila mengingat Pilpres 2019 lalu, Partai Demokrat juga seperti menjegal dari dalam koalisi pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

“Saat mereka (Demokrat) secara terbuka menyerang koalisinya sendiri setelah melaksanakan semacam istighosah di Gelora Bung Karno,” kata Hendra.

Hendra menyebut, Surya Paloh tampak berjibaku menambah partai pendukung bagi Anies Baswedan seperti mencoba menarik Golkar dan PKB.

Sementara Partai Demokrat justru hanya berkutat pada memastikan Anies Baswedan akan memilih AHY sebagai cawapres.

Hendra juga melihat kecerdikan Anies yang segera mengirim Sudirman Said untuk memberitahu perkembangan terakhir.

“Jadi tidak ada pelanggaran kepatutan maupun moral dalam kasus ini,” imbuh Hendra.

Hendra menambahkan, satu-satunya yang mungkin bisa dianggap penghianatan oleh Demokrat mungkin adalah Anies telah menunjuk AHY sebagai cawapres dan kemudian membatalkan.

Namun, sambungnya, hal itu pun tidak seharusnya ditanggapi secara baper oleh Partai Demokrat.

Lagi pula, menurut Hendra, Partai Demokrat terlalu bawa perasaan (baper) dalam menanggapi masuknya PKB dan Cak Imin ke dalam koalisi.

“Dari fakta-fakta yang diakui semua pihak, nyatanya, Anies Baswedan memang diberi kewenangan semua anggota koalisi untuk memilih cawapresnya sendiri,” katanya.

“Karena kita ingat pada Pilpres 2019, Mahfud MD telah ditunjuk sebagai cawapres dan bahkan telah mempersiapkan baju untuk deklarasi, lalu kemudian batal pada detik-detik terakhir,” ingat Hendra.

Khusus AHY, kata Hendra, elektabilitas dia memang tidak akan bisa mendongkrak Anies Baswedan.

“Pada Pilgub DKI Jakarta saja AHY kalah telak, bagaimana tingkat nasional.

Jadi hengkangnya gerbong AHY sepertinya hal positif bagi Anies, setidaknya menghilangkan benalu dan duri dalam daging,” katanya.

Terpisah, Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, juga turut menanggapi soal deklarasi Anies-Muhaimin jadi bacapres-cawapres di Pilpres 2024.

Yunarto berpendapat, digandengnya PKB ini mengartikan bahwa NasDem menyadari Anies Baswedan memiliki kelemahan suara di segmen Nahdlatul Ulama (NU).

“Selain segmen NU, ini juga mengartikan Anies lemah di Jawa Tengah dan Jawa Timur,” katanya dalam Program ‘Kompas Petang’ Kompas TV, Sabtu (2/9/2023).

Oleh karena itu, dari kacamata Yunarto, Partai NasDem menganggap PKB bisa membantu melengkapi kekuatan elektoral dari Anies Baswedan.

Hingga akhirnya memutuskan untuk memasangkan Anies Baswedan dan Cak Imin sebagai bakal capres dan cawapres di Pilpres 2024.

Menurut Yunarto, pilihan NasDem bekerja sama dengan PKB di Pilpres 2024 ini sudah benar.

Namun yang kemudian menjadi pertanyaan adalah apakah Cak Imin memang sosok yang bisa membantu memenangkan suara pemilih di Jatim, Jateng, dan NU.

Yunarto menilai hal tersebut kini harus menjadi pekerjaan rumah dari PKB, NasDem, dan Anies Baswedan.

“Logikanya memang itu yang dipercaya oleh teman-teman Partai NasDem bahwa ketika bicara tentang Anies Baswedan kelemahannya ini adalah basis Jawa Tengah, Jawa Timur, lalu segmen NU.”

“Kalau pertanyaannya apakah betul PKB bisa melengkapi kekuatan elektoral buat Mas Anies, iya. Tapi pertanyaannya adalah apakah betul Cak Imin sosok yang tepat.”

“Itu menurut saya sesuatu yang harus menjadi PR buat teman-teman PKB dan Mas Anies secara khusus,” kata Yunarto.

Jika melihat bagaimana pergerakan elektabilitas dari Cak Imin setahun terakhir, elektabilitasnya tidak mengalami kenaikan yang berarti.

Dibandingkan sosok kandiat cawapres lainnya, misalnya seperti Sandiaga Uno, AHY, atau Erick Thohir, justru Cak Imin jauh di bawah mereka.

Dari elektabilitas Cak Imin yang tak mengalami kenaikan ini mengartikan bahwa basis massa PKB masih belum bisa diklaim Cak Imin sepenuhnya.

Terutama dalam konteks memenuhi kebutuhan suara di Pilpres 2024 mendatang.

“Kenapa, karena Cak Imin dalam setahun terakhir kita lihat pergerakan sebagai sosok cawapres Pak Prabowo itu elektabilitasnya tidak naik-naik.”

“Artinya kan ada sesuatu yang menunjukkan bahwa basis massa PKB belum bisa diklaim oleh Cak Imin dalam konteks untuk kebutuhan Pilpres,” terang Yunarto.

Sebagai informasi, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar resmi mendeklarasikan diri sebagai bakal calon presiden dan wakil presiden 2024, Sabtu (2/9/2023).

Deklarasi pasangan yang diberi nama ‘AMIN’ itu digelar di Hotel Majapahit, Surabaya, Jawa Timur.

Sumber

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *