Pilpres dan Paradoksalitas

Pilpres dan Paradoksalitas
banner 400x400

Maka, restrukturisasi internal di lembaga KPU dan atau Bawaslu berpotensi besar untuk menjalani proses politik yang normal, kembali ke prinsip yang benar. Restrukturisasi ini – secara langsung atau tidak – mengurangi potensi kecurangan yang telah disiapkan secara rapi. Ketika kedua lembaga utama penyelengara “terehabilitasi”, maka dampaknya adalah kontraksi benturan fisik di lapangan. Juga, minimnya materi yang siap dipersengketakan. Jadi, tidaklah berlebihan jika muncul analisis bahwa masuknya Cak Imin bersama Anies Baswedan menjadi faktor pemulus dalam mewujudkan persatuan di Tanah Air ini. Dan hal ini berarti, ada titik temu antara slogan dan realisasi. Posisinya, bukan lagi slogan yang cenderung membual dan ingkar janji. Tapi, ada realisasi yang dapat kita nikmati secara nyata. Inilah cita-cita mulia.

Bagaimana dengan masalah persatuan dalam domain besar ekonomi? Apakah para kandidat hanya berslogan dan membual? Sangat tergantung dari langkah politiknya dalam mengarungi pilpres ini. Dalam hal ini kita mempertanyakan, siapa yang memback up sang kandidat? Ke mana arah program dan komitmen politiknya?

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Dapat dijawab dengan mudah. Ketika para pembackup nya kalangan oligarki, maka dapat kita memprediksi seraca dini: sang capres tak akan pernah bicara keadilan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia secara factual atau implementatif. Prinsip mereka kaum oligarki di manapun profit taking sebesar-besarnya. Tak peduli dengan pemandangan desparitas. Dan kekuasaan menjadi penopang untuk menggapai profit sebesar-besarnya dengan penuh proteksi secara politik dan hukum. Itulah sebabnya, kaum oligarki memback up kandidat presiden yang dinilai loyo secara integritas atau nasionalisme.

Potret capres seperti itu memang dicari, karena melalui pemimpin lemah serara moral-mental dan ideologis mudah disetir bahkan dijebak oleh ritme permainan kaum oligarki itu. Karena itu karakter oligarki yang picik dan licik tak akan pernah bicara masalah keadilan sosial-ekonomi. Karena itu pula, capres yang diback up kaum oligarki juga akan selalu seirama dengan para bohirnya: sayonara keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Bahkan, lebih tragis lagi: ekonomi nasional akan semakin tercengkeram. Seluruh sumber daya alam pun semakin ganas tergarong. Potret ketidakadilan ekonomi pun akan semakin meluas. Hal ini berkorelasi pada pemandangan persatuan yang samakin gelap. Bukan hanya fatamorgana.

Akan semakin fatamorgana ketika hiden agenda seperti IKN diwujudkan. Sebab, megaproyek IKN hanyalah etepe menuju neokolonialisasi fisik di Tanah Air ini. Berangkat dari IKN, akan berlanjut ke upaya mengepung beberapa daerah negeri ini. Bukan lagi dari desa mengepung kota. Tapi, dari ibukota menguasai pusat pemerintahan. Dan seluruh daerah harus takluk di bawah kendali Pusat.

Kini, kita perlu merenung jauh ke dalam, apakah pilpres akan semakin menenggelamkan prosepektus keadilan dan persatuan di negeri ini? Jawabnya sangat tergantung dari para pemilih negeri ini. Juga, kesadaran para elit yang notabene setia Pancasila dan agama yang suci. Sudah saatnya, para elitis tidak mengeksploitase keterbatasan ekonomi masyarakat dengan cara membiasakan serangan fajar yang hanya recehan. Para elitis sudah saatnya terpanggil untuk menatap negeri ini secara mulia, lalu bersama-sama menyongsong tokoh terbaik yang committed to keadilan bagi seluruh rakyat dan persatuan bagi anak bangsa. Itulah panggilan idealistik-nasionalistik yang memang tak mudah diwujudkan. Di sinilah nuraninya perlu disentuh: agar tak rela menjadi bagian komprador yang mengkhianati kepentingan bangsa dan negara ini.

Bekasi, 11 September 2023

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *