Orde Perubahan, Menyambut Negara Indonesia Berkah

Menyambut Negara Indonesia Berkah
Abdullah Hehamahua
banner 400x400

Oleh: Abdullah Hehamahua

Hajinews.id – Tujuh seri telah berlalu. Ketujuhnya membicarakan pilar pertama Indonesia Berkah: Ketauhidan. Konsekwensinya, Presiden 2024 harus berfikir, bertindak, dan berperilaku tauhidiyah. Operasionalisasinya, Presiden 2024, baik sebagai Komandan, Manajer, maupun Pelayan harus menempatkan Allah SWT sebagai Perencana, Pencipta, Pemilik, Penguasa, Pentadbir, Pengawas, dan Pemutus segala urusan makhluk-Nya.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Presiden 2024, setelah Tauhid, menyiapkan pilar kedua Indonesia Berkah: “Sistem” yang diterapkan. Sistem itu sendiri harus berdasarkan sila pertama Pancasila dan pasal 29 UUD 45. Indikatornya dua: (1) Sub-subsistem yang diterapkan harus komprehensif; (2) Sistem tersebut mendekati tujuan perjuangan.

1. Sub-Subsistem yang Komprehensif

Sistem yang pancasilais, sub-subsistemnya harus komprehensif. Mereka saling melengkapi. Tidak parsial. Apalagi saling menegasikan.
Pendidikan Nasional misalnya, tujuannya adalah melahirkan anak didik yang beriman dan bertakwa. Namun, di lapangan, tayangan teve, berita dan gambar majalah, surat kabar, serta you tube mengandung unsur kekerasan, kebebasan seks, dan hedonis. Maknanya, sistem yang diterapkan pada orde reformasi ini tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 45, 18 Agustus 1945.

Sila pertama Pancasila dan pasal 29 UUD 45, sesuai ajaran agama-agama langit (Yahudi, Nasrani, dan Islam), mengharamkan riba. Namun, BI dan bank-bank konvensional di Indonesia tetap menerapkan riba. Maknanya, bank-bank tersebut tidak pancasilais. Sebab, riba, tidak saja merusak proses pembangunan nasional, juga menghancurkan keluarga dan masyarakat.

Berita di pelbagai media belakangan ini menginformasikan banyaknya tindak kriminal. Antara lain, masyarakat terlibat dalam kegiatan pinjaman online (pinjol). Tetanggaku, beberapa tahun lalu, harus menjual satu-satunya rumah yang dimiliki karena terlibat dengan pinjaman tukang rente keliling.

Pembangunan nasional juga mengalami gangguan karena riba. Sebab, tahun ini saja, pemerintah harus membayar bunga utang sebesar Rp. 441 trilyun. Tahun sebelumnya, negara harus membayar 405 trilyun rupiah. Padahal, agama-agama langit, mengharamkan riba.

Islam misalnya, menetapkan, “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa, jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS Al Baqarah: 275).

Umat Yahudi diingatkan oleh kitab Keluaran pasal 22 ayat 25: Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang ummatku, orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih utang terhadap dia, janganlah engkau bebankan bunga terhadapnya.

Umat Nasrani, sekalipun Perjanjian Baru tidak menyebutkan riba secara eksplisit, tapi sebagian di kalangan mereka menganggap, Injil mengharamkan. Sebab, surah Lukas 6:34 menyatakan : “Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu daripadanya, apakah jasamu.?”

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *