Persoalan Konflik Rempang di Tengah Urgensi Kelanjutan Investasi Asing

Hajinews.id — Pengembangan kawasan ekonomi baru Rempang Eco-city di Pulau Rempang, Kepulauan Riau mendapat penolakan sejumlah warga setempat.

Warga menolak direlokasi demi memuluskan pembangunan proyek strategis nasional (PSN) tersebut. Penolakan pun berujung bentrok warga dengan aparat gabungan TNI-Polri pada Kamis (7/9) lalu.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Bentrokan menjadi perhatian publik nasional setelah video penembakan gas air mata beredar di media sosial. Sejumlah anak sekolah harus dilarikan ke fasilitas kesehatan karena terkena gas yang membuat dada terasa panas itu.

Proyek pengembangan Rempang Eco-city sebetulnya mencuat pada 2004. Saat itu, pemerintah melalui BP Batam dan Pemerintah Kota Batam, menggandeng PT Makmur Elok Graha menandatangani perjanjian kerja sama.

Berdasarkan konfirmasi dari salah satu pegawai di PT Makmur Elok Graha, perusahaan tersebut adalah anak usaha dari Artha Graha Group milik taipan Tomy Winata.

Dalam perkembangannya, proyek ini masuk daftar PSN 2023. Hal itu tertuang dalam Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.

Mengutip situs BP Batam, kawasan ekonomi ini rencananya dikembangkan di lahan seluas 7.572 hektare atau sekitar 45,89 persen dari total luas Pulau Rempang 16.500 hektare.

Pengembangan Pulau Rempang mencakup kawasan industri, perdagangan, hingga wisata yang terintegrasi di sana agar bisa bersaing dengan negara tetangga, Singapura dan Malaysia.

BP Batam memperkirakan investasi pengembangan Pulau Rempang mencapai Rp381 triliun dan akan menyerap 306 ribu tenaga kerja hingga 2080. Hal ini diharapkan bisa berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi setempat.

Selain itu, kawasan Rempang juga akan menjadi lokasi pabrik kaca terbesar kedua di dunia milik perusahaan China, Xinyi Group. Investasi proyek itu diperkirakan mencapai US$11,6 miliar atau sekitar Rp174 triliun.

Xinyi Group bakal membangun pabrik yang digadang-gadang menjadi pabrik kaca dan solar panel terbesar setelah China. Demi pembangunan ini, warga yang mendiami di Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau Galang Baru tersebut harus direlokasi ke lahan yang sudah disiapkan.

Jumlah warga tersebut diperkirakan antara 7.000 sampai 10 ribu jiwa.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bentrokan di Pulau Rempang terjadi akibat komunikasi yang kurang baik. Ia mengatakan warga yang terdampak telah diberikan ganti rugi berupa lahan dan rumah. Namun terkait lokasi masih kurang dikomunikasikan dengan baik.

“Ini hanya salah komunikasi saja, di bawah salah mengkomunikasikan saja. Diberi ganti rugi, diberi lahan, diberi rumah tapi mungkin lokasinya belum tepat itu yang harusnya diselesaikan,” kata Jokowi dalam acara Sewindu Proyek Strategis Nasional di Jakarta, Rabu (13/9).

Jokowi mengatakan telah meminta Kapolri untuk turun tangan terkait persoalan itu. Ia pun mempertanyakan mengapa masalah itu harus sampai ke presiden.

“Masa urusan begitu harus sampai presiden?” imbuh Jokowi.

Jokowi menekankan dalam pembangunan PSN tidak boleh dilakukan pendekatan represif ke masyarakat. Pasalnya tujuan PSN adalah untuk memberi manfaat bagi masyarakat.

Menurutnya, masyarakat akan senang jika diberi ganti rugi dengan harga terbaik dalam pembebasan lahan.

Masyarakat yang terdampak pembangunan akan dialihkan pemerintah ke lokasi yang sudah disiapkan. Mereka akan mendapat biaya hidup Rp1,03 juta per orang dalam satu KK.

Bagi masyarakat yang memiliki tempat tinggal di tempat lain akan mendapat bantuan biaya sewa Rp1 juta per bulan. Selain itu, BP Batam akan akan memberikan rumah seharga Rp120 juta ukuran 45 meter persegi bagi mereka yang tak memiliki tempat tinggal lain.

Karena konflik terus bergulir, Jokowi pun mengutus Menteri Investasi/BKPM Bahlil Lahadalia untuk menyelesaikan kasus di sana. Ia pun mengingatkan agar penanganan di lapangan harus dilakukan dengan cara-cara yang tidak menggunakan kekerasan.

Bahlil juga menuturkan proses penanganan Rempang harus dilakukan dengan cara-cara yang baik. Sebab, ia juga memberikan penghargaan kepada masyarakat yang memang sudah secara turun-temurun berada di sana.

Meski demikian, Bahlil mengatakan proyek Rempang Eco-city harus tetap berjalan. Ia menilai akan banyak kerugian yang dialami Indonesia jika Xinyi Group batal berinvestasi.

Kerugian mulai dari segi pendapatan pemerintah maupun perekonomian masyarakat. Potensi kerugian muncul dari nilai investasi di Rempang yang tembus Rp300 triliun lebih.

“Ini investasinya total Rp300 triliun lebih, tahap pertama itu Rp175 triliun. Kalau ini lepas, itu berarti potensi pendapatan asli daerah (PAD) dan penciptaan lapangan pekerjaan untuk saudara-saudara kita di sini itu akan hilang,” ujar Bahlil.

Menurutnya, investasi tersebut diperlukan untuk menggerakkan roda ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.

Bahlil mengatakan penanaman modal asing (FDI) global terbesar saat ini ada di negara tetangga. Indonesia tengah bersaing menarik investor asing masuk ke dalam negeri.

Atas dasar itulah ia tak ingin masalah Rempang terus berlanjut.

“Ini kami ingin merebut investasi untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Kalau kita menunggunya terlalu lama, emang dia mau tunggu kita. Kita butuh mereka tapi juga kita harus hargai yang di dalam,” tegas Bahlil.

Sumber

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *