Orde Perubahan, Sambut Indonesia Berkah

Sambut Indonesia Berkah
Abdullah Hehamahua
banner 400x400

Oleh: Abdullah Hehamahua

Hajinews.co.id – Indonesia, negara agraris dan bahari. Tragisnya, pemerintahan Jokowi mengimpor beras, kedelai, dan beberapa jenis buah. Bahkan, 21.6% anak-anak Indonesia secara nasional terkena “stunting” (kekurangan gizi). Tragisnya, anak-anak di wilayah kepulauan dan pantai, angka stuntingnya, ada yang mencapai 50%.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Presiden 2024, berdasarkan fakta di atas, wajib melaksanakan pilar ketiga Indonesia Berkah, yakni: “Hajat Hidup Warganegara.” Pancasila dan UUD, 18 Agustus 1945, setidaknya ada tiga hajat hidup warganegara, yakni: (1) “Human Need”; (2) “Human Welfare”; dan (3) “Human Interest.”

Human Need Warganegara
‘East Asia and The Pacific Economic’, dalam rilisnya (Oktober 2022), Indonesia menempati peringkat 73 sebagai negara termiskin di dunia. Salah satu indikatornya, pemenuhan “human need” (kebutuhan pokok) warganegara. Sebab, hak asasi utama manusia adalah makan dan minum.

Presiden 2024, dalam memenuhi hak asasi pertama warganegaranya ini, harus mengembalikan Indonesia sebagai negara agraris dan bahari. Presiden, dalam kontek ini, fokus ke dua program: Swasembada pangan dan Mengurangi “Stunting.”

1. Swasembada Pangan

Jepang memiliki daratan yang sempit, hanya 378.000 km2 Bahkan, 85 persennya adalah pegunungan. Sisanya, 15 persen, digunakan untuk sawah. Penduduknya juga relative banyak, 125,8 juta jiwa (2020). Namun, tingkat kesejahteraan petaninya, relative makmur. Bahkan, tahun 2018, Jepang memproduksi 9,7 juta ton beras (produsen terbesar ke-13 di dunia).

“The Tokyo Foundation for Policy Research,” menyebutkan, nilai tambah tahunan di sektor pertanian Jepang bisa mencapai 4,6 triliun yen (sekitar Rp.500 triliun). Ada pula anggaran dari pemerintah untuk pertanian sebesar 2,2 triliun yen (Rp. 200 triliun lebih). Beda sekali dengan pertanian di Indonesia. Sebab, laman resmi Kemenkeu menyebutkan, anggaran sektor pertanian dalam APBN 2021, hanya Rp 192 triliun.

Pemerintah Jepang, selain menyediakan anggaran yang relative besar, juga memberi dukungan berupa penelitian berkenaan hal-hasil pertanian. Wajar jika petani Jepang bisa menghasilkan produk terbaik. Setangkai anggur hasil petani Jepang misalnya bisa seharga Rp. 57 juta. Demikian pula sebutir melon, harganya mencapai Rp 1,3 juta. Bahkan, pernah terjual seharga Rp 395 juta untuk 2 buah melon.

Pendapatan rata rata petani Jepang, 5,48 juta yen (sekitar Rp 600 juta) per musim panen. Bandingkan dengan pendapatan rata rata petani Indonesia per musim tanam, sebesar Rp.49 juta per hektare atau sekitar Rp1,25 juta per bulan.

Produktivitas gabah kering giling (GKG) Jepang, 4,3 ton per hektar. Harganya 270 yen (Rp 30.000) per kg GKG. Indonesia memiliki kuantitas produktivitas yang lebih tinggi, 5,2 ton per hektar. Namun, harganya hanya Rp. 5.000 per kg GKG.

Petani Jepang sejahtera karena: (a) Setiap keluarga petani punya minimal 7 hektar sawah; (b) Pemerintah Jepang menampung semua hasil pertanian petani dengan harga pasar. (c) Pemerintah Jepang mengenakan 490% bea masuk terhadap beras impor. Bahkan, akan dinaikkan menjadi 778%. Pemerintah juga membatasi kuota impor, 7,2% dari rata-rata konsumsi beras.

Presiden 2024 dalam upaya menjamin ketersediaan pangan yang cukup dan pada waktu sama, kesejahteraan petani, meningkat, perlu belajar dari Jepang. Olehnya, Presiden 2024, dalam 100 hari pertama, menerbitkan Perppu tentang kesejahteraan petani. Perppu tersebut dikuti PP, Peppres atau Keppres yang menetapkan, setiap keluarga petani, memiliki minimal 4 hektar lahan sawah.
Lahan tersebut diambil dari yang selama ini dikuasai oligarki atau perusahaan asing. Perppu, PP, Pepres atau Kepres dimaksud juga harus mengandung perintah ke Bulog dan Dolog untuk menampung hasil petani dengan harga pasaran. Namun, Pemerintah juga harus perhatikan daya beli masyarakat, khususnya mereka yang tinggal di kota-kota besar.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *