Pemanggilan Ketua KPK Firli Bahuri, Apakah Diserahkan ke Bareskrim Polri?

Pemanggilan Ketua KPK Firli Bahuri
Ketua KPK Firli Bahuri
banner 400x400

“KPK harus tegak lurus dan tidak boleh ada keraguan sedikit pun untuk mendukung pengungkapan kasus pemerasan yang justru menghambat penyidik KPK menjalankan tugasnya dalam mengungkap kasus Korupsi di Kementerian Pertanian,” kata dia.

Selanjutnya, Komisioner KPK berkedudukan sama di hadapan hukum. Jika menghambat jalannya proses penyidikan, seluruh warga negara Indonesia dapat diproses melalui tahap penyelidikan dan penyidikan oleh Kepolisian atas dugaan menghalang-halangi proses penegakan hukum.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

“Tindakan melawan hukum tidak boleh dilakukan oleh oknum didalam lembaga penegak hukum,” kata dia.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana meminta Firli Bahuri untuk tidak mencari cari alasan mangkir dari panggilan penyidik Polda Metro Jaya. Sebagai aparat penegak hukum, Firli sejatinya paham bahwa setiap orang yang dimintai keterangan sebagai saksi dalam proses penyidikan wajib memenuhi panggilan tersebut.

“ICW juga mendorong Polda Metro Jaya untuk segera mengumumkan tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan dan tindak pidana pertemuan Pimpinan KPK dengan pihak berperkara. Jika kemudian dalam proses penyidikan satu alat bukti dengan alat bukti lain memiliki kesesuaian dan kesimpulan Penyidik mengerucut pada Sdr Firli sebagai Tersangka, ICW berharap Polda tidak ragu melanjutkan proses hukumnya,” kata dia.

Bahkan, Kurnia menambahkan, bila dikhawatirkan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti, Penyidik dapat menahan Firli Bahuri. Dengan kondisi itu, Presiden Jokowi harus segera menerbitkan Keputusan Presiden untuk memberhentikan sementara Firli dari posisinya sebagai Pimpinan KPK sebagaimana mandat Pasal 32 ayat (4) UU KPK.

Sementara itu menurut Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, status tersangka tidaknya akan tergantung kepada alat bukti yang dikantongi penyidik Polda Metro Jaya. Polisi dapat mendalami terkait dengan sosok dianggap mengendalikan untuk memerintahkan berbuat pidana.

“Sekarang tinggal apakah ada orang yang mengendalikan dalam hal ini orang memegang kekuasaan atau kewenangan itu, anak buah atau ajudan apakah itu ada perintah dari orang yang punya kewenangan itu. Jika memang kapasitas Pak Firli sebagai ketua KPK, kalau disitu ada delik pidana kejahatan jabatan mau tidak mau harus diminta pertanggungjawaban,” ujar dia kepada Liputan6.com, Jumat (20/10/2023).

Namun yang menjadi persoalan, dia menambahkan, apakah kepolisian berani dan mampu menyelesaikan kasus tersebut. Hal ini lantaran adanya dampak psikologis yang dirasakan antarsesama anggota Bhayangkara.

“Sekarang apakah kepolisian berani dan mampu untuk mengeksekusi itu, itu kan pertanyaannya, bukan sekadar mau, tapi punya kemampuan sesama satu kekuatan anggota kepolisian juga ini kan secara psikologisnya juga harus dipikirkan. Menjelang pemilu segala macam, kalau ini dilakukan, tentu ada satu langkah kualitas penegakan hukum sepanjang peristiwa beliau memang terbukti melakukan kesalahan itu,” terang dia.

Dia menilai langkah polisi menyelesaikan kasus dugaan pemerasan yang melibatkan Firli Bahuri tidak memunculkan analogi cicak lawan buaya. Istilah ini timbul pada Juli 2009 yang berawal dari isu adanya penyadapan KPK terhadap Kabareskrim Mabes Polri saat itu, Komjen Susno Duadji. Susnolah orang yang pertama kali menyodorkan analogi cicak vs buaya. KPK diibaratkan cicak yang kecil, sedangkan Polri ialah buaya karena besar.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *