PDIP Bicara Rasa Kecewa ke Jokowi dan Keluarga

banner 400x400

Hajinews.co.id —artai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengungkapkan kekecewaanya kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi selaku kader partai dan keluarganya atas situasi politik saat ini.

Khususnya setelah sikap putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang secara terang-terangan memilih bergabung ke kubu pendukung calon presiden (capres) Prabowo Subianto dan menjadi calon wakil presiden (cawapres).

Bacaan Lainnya
banner 400x400

PDI Perjuangan saat ini dalam suasana sedih, luka hati yang perih, dan berpasrah pada Tuhan dan rakyat Indonesia atas apa yang terjadi saat ini,” tutur Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam keterangannya, Ahad (29/10/2023).

Dia mengatakan, ketika DPP PDIP bertemu dengan jajaran anak ranting hingga struktur partai paling bawah, lanjutnya, ada banyak kader yang tidak percaya bahwa situasi tersebut bisa terjadi.

“Kami begitu mencintai dan memberikan privilege yang begitu besar kepada Presiden Jokowi dan keluarga, namun kami ditinggalkan karena masih ada permintaan lain yang berpotensi melanggar pranatan kebaikan dan konstitusi,” jelas dia.

Menurut Hasto, pada awalnya jajaran PDIP berdoa agar manuver politik keluarga Presiden Jokowi tidak terjadi, namun ternyata malah menjadi kenyataan. Seluruh simpatisan, anggota, dan kader PDIP pun sepertinya belum selesai rasa lelahnya setelah berturut-turut bekerja dari lima Pilkada dan dua Pilpres untuk orang nomor satu Indonesia itu.

Kami begitu mencintai dan memberikan privilege yang begitu besar kepada Presiden Jokowi dan keluarga, namun kami ditinggalkan karena masih ada permintaan lain yang berpotensi melanggar pranatan kebaikan dan konstitusi,” jelas dia.

Menurut Hasto, pada awalnya jajaran PDIP berdoa agar manuver politik keluarga Presiden Jokowi tidak terjadi, namun ternyata malah menjadi kenyataan. Seluruh simpatisan, anggota, dan kader PDIP pun sepertinya belum selesai rasa lelahnya setelah berturut-turut bekerja dari lima Pilkada dan dua Pilpres untuk orang nomor satu Indonesia itu.

Itu wujud rasa sayang kami. Pada ”

awalnya kami memilih diam. Namun apa yang disampaikan Butet Kartaredjasa, Goenawan Muhammad, Eep Syaifullah, Hamid Awaludin, Airlangga Pribadi dan lain-lain beserta para ahli hukum tata negara, tokoh pro demokrasi dan gerakan civil society, akhirnya kami berani mengungkapkan perasaan kami,” ungkapnya.

 

Sekjen PDIP: Rakyat Paham Siapa yang Meninggalkan demi Ambisi Kekuasaan

Hasto menyatakan, PDIP percaya bahwa Indonesia merupakan negeri di mana rakyatnya bertakwa kepada Tuhan. Tanah Air ini merupakan negara spiritual yang sangat mengedepankan moralitas, nilai kebenaran, serta kesetiaan.

“Apa yang terjadi dengan seluruh mata rantai pencalonan Mas Gibran, sebenarnya adalah political disobidience terhadap konstitusi dan rakyat Indonesia. Ke semuanya dipadukan dengan rekayasa hukum di MK,” katanya.

Hasto bahkan mengaku menerima cerita dari beberapa ketua umum partai politik yang merasa kuncian atau kartu truf-nya dipegang oleh pihak tertentu, yang tidak secara gamblang disebutnya sebagai kubu Jokowi.

“Ada yang mengatakan life time saya hanya harian, lalu ada yang mengatakan kerasnya tekanan kekuasaan. Semoga awan gelap demokrasi ini segera berlalu, dan rakyat Indonesia sudah paham, siapa meninggalkan siapa demi ambisi kekuasaan itu,” Hasto menandaskan.

 

PDIP: Secara Aturan Partai, Gibran Telah Melakukan Pembangkangan

Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Ahmad Basarah bicara mengenai kejelasan status Gibran Rakabuming Raka di PDIP usai menjadi cawapres Prabowo Subianto. Basarah yakin putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu sudah memahai aturan di PDIP.

“Ketika beliau menjadi elitenya PDIP, maka saya yakin Mas Gibran sudah membaca anggaran dasar partai, anggaran rumah tangga partai dan mekanisme partai lainnya dalam mengambil keputusan,” kata Basarah di sekolah partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Sabtu (28/10).

Basarah menjelaskan, dalam konteks pemilu dan pilpres, kongres PDIP sudah memutuskan memberikan mandat kepada Ketum Megawati Soekarnoputri. Salah satunya, Megawati diberi wewenang penuh untuk memutuskan siapa bakal capres da cawapres yang akan diusulkan atau diusung PDIP.

Kini, lanjut Basarah, Megawati sudah menggunakan hak konstitusionalnya itu yang diberikan kongres untuk memutuskan Ganjar Pranowo – Mahfud Md sebagai capres dan cawapres. Dengan hal ini, seluruh kader wajib mematuhinya.

“Termasuk Mas Gibran wajib hukumnya mematuhi, untuk mendukung dan mensukseskan keputusan Ibu Megawati Soekarnoputri itu,” ujarnya.5

Maka, Basarah menegaskan, bila ada kader yang mencalonkan di pilpres di luar garis keputusan partai, maka hal itu adalah pembangkangan.

“Bahkan mencalonkan diri sebagai bakal cawapres di luar garis keputusan partai, maka secara konstitusi partai, secara aturan partai dia telah melakukan pembangkangan, telah melakukan sesuatu yang berbeda dengan garis keputusan partai. Maka dengan sendirinya, di atas hukum ada etika politik,” tuturnya.

 

Basarah: PDIP Tunggu Etika Politik Gibran untuk Kembalikan KTA

Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Ahmad Basarah, mengatakan bahwa secara etika politik Gibran Rakabuming Raka sudah keluar dari PDIP, ketika ia tidak mematuhi keputusan partai yang mengusung Ganjar Pranowo dan Mahfud Md di Pilpres 2024.

Sesuai mandat Kongres Partai, Basarah mengingatkan bahwa yang menentukan calon presiden dan calon wakil presiden yang diusung partai adalah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Apabila ada kader yang tidak mendukung keputusan Megawati tersebut, Basarah menyebut hal itu sama saja pembangkangan.

“Keputusan yang sudah diambil oleh Bu Megawati Soekarnoputri dan bahkan mencalonkan diri sebagai bakal cawapres di luar garis keputusan partai, maka secara konstitusi partai, secara aturan partai dia telah melakukan pembangkangan, telah melakukan sesuatu yang berbeda dengan garis keputusan partai,” ujar Basarah dalam keterangannya, Sabtu (28/10/2023).

Basarah menyebut, Gibran sendiri yang memutuskan keluar dari PDIP dengan menjadi cawapres Prabowo. Ia menyebut meski keluar sendiri, Gibran tidak memberikan surat pengunduran diri ataupun mengembalikan Kartu Tanda Anggota (KTA).

“Maka dengan sendirinya, di atas hukum, ada etika politik. Maka ketika mas Gibran mengambil keputusan keluar dari garis keputusan politik Pilpres 2024 dengan mencalonkan dirinya sebagai bakal calon wakil presiden, secara etika politik, bahkan bukan hanya (untuk) keluarga besar PDIP, bahkan (berlaku bagi) rakyat banyak pun telah menilai bahwa Mas Gibran dengan sengaja ingin keluar dan atau bahkan telah keluar dari keanggotaan PDIP sendiri,” sambungnya.

Untuk itu, ia menjelaskan, tanpa adanya surat pemberian sanksi pemecatan, Gibran secara etika politik sudah keluar dari garis keputusan partai. Terlebih keluar dari keanggotaan partai.

“Jadi yang sebenarnya kami tunggu adalah etika politik dari seorang Mas Gibran yang sekarang telah memberanikan diri untuk mencalonkan diri menjadi bakal calon wakil presiden Republik Indonesia, maka etika politik itu kami tunggu untuk kita menerima KTA PDIP. Kalau meminjam istilah Mas Rudy Solo, kalau orang timur itu datang tampak muka, kembali tampak punggungnya,” katanya.

Sumber

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *