Disway: Gibran Birokrasi

Gibran Birokrasi
foto kolase Gesture Megawati seperti tepis tangan Jokowi usai turun dari panggung-Foto
banner 400x400

Ada penyebab utama ”kerbau hidup” itu tidak bisa lagi berjalan: loyonya birokrasi di dalam pemerintahan itu sendiri.

Mereka tahu atasan mereka tidak akan lagi berkuasa. Tahun depan. Pelindung mereka akan pergi. Backing mereka tidak ada lagi. Untuk apa ngotot bersemangat. Pun kalau berprestasi. Atasan mereka sudah tidak sempat mencatat prestasi itu –apalagi memberikan penghargaan dalam bentuk karir.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Mereka sudah lebih sibuk lirik-sana-lirik-sini. Sambil sembunyi-sembunyi: cari cantolan baru.

Yang lebih melemahkan lagi: semua birokrasi akan lebih hati-hati. Tidak mau salah ambil keputusan. Tidak berani tanda tangan yang mengandung risiko.

Mereka juga lebih berani menolak perintah atasan. Setidaknya ngelesi. Muter-muter. Mungkin masih terlihat takut pada atasan tapi itu pura-pura. Gerak pun kian lambat.

Atasan memerintahkan A, bawahan pura-pura salah dengar. Capaian target bisa meleset.

Satu kalimat Megawati tersebut belum bisa membuat kerbau itu berjalan lagi.

Kalimat Megawati itu sangat menenangkan tapi belum bisa jadi cambuk untuk menggerakkan mereka. Tidak akan ada cambuk. Model apa pun. Siklus lame duck itu sudah seperti menjadi sunnatullah. Itulah salah satu kelemahan sistem demokrasi.

Apakah majunya Gibran ke gelanggang akan menjadi jaminan bahwa atasan mereka tidak akan berubah? Lalu merasa ”pelindung” mereka akan tetap sama?

Tentu. Kalau Prabowo-Gibran menang. Dan mereka tetap kompak. Tidak ada yang berkhianat. Teguh pada janji.

Birokrasi punya wataknya sendiri. (Dahlan Iskan)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *