Silaturahmi di Makassar, Anies Baswedan: KPK Semestinya Tidak di Bawah Kendali Pemerintah

banner 400x400

Hajinews.co.id – Bakal calon presiden (bacapres) Anies Baswedan, menyampaikan gagasannya pada kegiatan Silaturahmi dan Rapat Kerja Nasional (Silatnas) Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) di Four Point by Sheraton Hotel, Makassar, Sulsel, Minggu (5/11/2023) siang.

Dalam pidatonya, Anies bertekad mengembalikan marwah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Sebab saat ini, kehormatan KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri, dinilai terkoyak dan menjadi sorotan.

Sebagai contoh, KPK kini jadi bulan-bulanan publik atas dugaan pemerasan Firli Bahuri kepada eks Mentan, Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Menurut Anies Baswedan, sudah saatnya KPK dikembalikan menjadi lembaga institusi yang benar-benar bertaring dalam pemberantasan korupsi.

Bahkan, Anies menyinggung KPK semestinya tidak dalam kendali pemerintah, melainkan harus menjadi lembaga independen.

“Bagaimana KPK itu dikembalikan menjadi institusi yang benar-benar bertaring dan tidak dalam kendali pemerintah,” kata Anies di hadapan peserta Silatnas ICMI.

“Karena dengan adanya KPK inilah maka sektor strategis bisa dicegah (korupsi),” tambahnya.

Anies Baswedan mengaku, dirinya sempat meminta jajaran KPK untuk membentuk KPK ibu kota saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Kala itu, Agus Rahardjo menjabat Ketua KPK periode 2015–2019.

“Kami di Jakarta, minta tolong mantan KPK untuk jadi KPK Ibukota. Tugasnya apa? pencegahan, pencegahan, pencegahan. Karena kita tidak bisa lakukan penindakan,” beber capres usungan Koalisi Perubahan itu.

Menurut Anies, adanya KPK ibu kota tersebut, banyak program yang diusulkan oleh birokrat tidak ada yang lolos review.

Bahkan, begitu ada pencegahan, banyak program yang diusulkan oleh birokrasi ketika di review oleh KPK ibu kota ternyata tidak layak untuk dicalonkan.

“Karena ada pertanyaan mendasarnya, satu soal governance, dan kedua, siapa dapat apa, berapa besar, dan di mana?,” bebernya.

Anies menuturkan, pemerintah sering melahirkan program-program yang hanya untuk sekelompok orang tertentu saja.

Sedangkan kelompok lain malah ditinggalkan.

“Kita sering kali bikin program hanya memberikan kepada sekolompok orang dan sekelompok lain tertinggal terus menerus,” tandasnya.

Pembangunan Indonesia Timur

Di kesempatan itu, Anies juga menyinggung pembangunan di Indonesia tak merata.

Dia menilai, hingga kini pemerintah pusat hanya fokus pembangunan di wilayah Pulau Jawa.

Sementara, wilayah Indonesia Timur seakan di nomor duakan.

Padahal, Indonesia merupakan negara kepulauan.

Dia menyampaikan, setiap wilayah itu punya karakteristik dan kebutuhan yang berbeda-beda.

“Kami sudah sampaikan bahwa pentingnya kita serius melakukan perubahan paradigma dari pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan, menjadi pertumbuhan dan pemerataan,” ujar Anies Baswedan.

Untuk mengatasi itu, ada tiga yang akan menjadi prioritasnya dengan meluruskan paradigma untuk menghadirkan kesetaraan.

Pertama, dari fokus utamanya pada pertumbuhan, menuju pertumbuhan dan pemerataan.

Kedua, dari pendekatan sektoral, menuju pendekatan sektoral dan kawasan.

Ketika, dari menyelesaikan proyek pemerintah, menuju untuk menuntaskan persoalan warga.

Terkait hal itu, Anies menegaskan bahwa ada ketimpangan antar sektor atau bidang.

Sebagai upaya untuk mengatasi masalah ini, Anies menyebut peran semua pihak sangat dibutuhkan.

Bukan hanya pemerintah, tetapi para ilmuwan atau ahli di bidangnya masing-masing harus dilibatkan.

“Jangan itu diserahkan kepada pemerintah saja, keputusannya hanya ditandatangani pemerintah. Sehingga menjadi fiskal atau program. Tetapi substansinya sebaiknya libatkan pra ilmuan,” bebernya.

Dikatakan Anies, ada empat yang harus dipikirkan untuk mencari sebuah solusi.

Pertama, hal apa yang harus diteruskan dari kebijakan ilmu pengetahuan hari ini.

Kedua, hal apa yang menjadi koreksi dari kebijakan terkait dengan bidang keilmuan.

Ketiga, hal apa yang harus dihentikan dari program-program pemerintah pusat.

“Dan keempat, hal baru apa yang harus dikerjakan untuk melakukan reformasi dan perubahan. Empat itu yang kita butuhkan,” tandasnya.

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *