Disway: Kelong Bay

Kelong Bay

Oleh: Dahlan Iskan

Hajinews.co.id – BEGITU sulit menyusun acara kuliner di Batam. Apalagi hanya satu hari. Terlalu banyak yang akan dimakan. Terlalu kecil ruang di perut yang tersedia. Terutama setelah bertekad mempertahankan diri: agar tidak kembali berpipi tembem.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Yang sudah pasti: harus ke roti canai. Yang juga pasti: durian. Yang tidak boleh tidak: gonggong. Yang wajib: resto Padang Sederhana.

Semua harus dimakan. Tapi waspada. Keesokan harinya masih  akan ke Medan. Di sana daftar kulinernya juga panjang. Bisa lupa komitmen.

Tapi saya tidak lupa.

Maka saat sarapan minimalis saja. Toh di mana-mana makanan hotel mirip belaka. Olahraga harus diperpanjang. Pagi itu kami bisa senam di teras lantai 25. Sambil memandang danau besar yang dikelilingi hutan.

Dari lokasi senam yang begitu tinggi itu juga bisa melihat Batam Center. Terutama karena ada penanda baru di sana: Meisterstadt Pollux Habibie. Menonjol sekali. Bagus banget. Rasanya inilah lokasi senam tertinggi yang pernah saya lakukan. Bersama lima orang cantik-cantik. Hanya saya laki-lakinya. Laki-laki tua.

Dari teras lantai 25 ini terlihat juga kawasan industri. Juga dikelilingi bukit dan hutan. Kesan saya: seperti lagi di luar kota Dusseldorf, Jerman. Hutan, danau, industri seperti ditata sempurna. Jangan-jangan yang seperti itu juga maunya Prof Habibie –yang awalnya merangkap sebagai ketua otorita yang berkuasa penuh merencanakan pembangunan Batam.

Pagi itu hujan sangat lebat. Suara musik harus lebih dikeraskan. Tapi teras ini istimewa. Tidak sampai terkena tempias sama sekali.

Kami berhasil tidak sarapan banyak: satu telur rebus, selembar roti toast, beberapa iris pepaya. Harus ada ruang untuk makan siang. Makan besar.

Pagi itu hanya ada satu acara serius. Maka makan siangnya ditarik agak dini: untuk memberi slot pada roti canai dan yang lainnya tadi.

Lokasi makan siang ini dipilih yang agak jauh: agar perjalanan pulang dari restoran bisa sekitar 1 jam.

Pilihan lokasi pun jatuh ke Tanjung Piayau. Saya sudah sering makan di kelong di Batam tapi baru sekali ini ke kelong di Tanjung Piayau. Lokasinya di ujung salah satu tanjung pulau Batam.

Sebenarnya banyak kelong di Batam. Kelong mana saja menyediakan menu gonggong. Ada kelong di wilayah Tanjung Riau, ada kelong di wilayah Barelang, ada kelong di wilayah Tanjung Piayau, dan ada pula kelong di wilayah Tiban.

Di setiap lokasi itu kelongnya tidak hanya satu. Benar-benar banyak pilihan. Atau justru bingung.

Kelong –Anda sudah tahu– adalah bahasa Melayu untuk restoran yang terapung di atas laut. Di dekat pantai.

Saya berterima kasih pada Sulfika Saputra yang membawa saya ke Tanjung Piayau. Kelongnya relatif baru. Di sisi kiri kelong terdapat kolam-kolam kecil. Kolam apung.  Ikan yang mau dimakan dipelihara di situ. Ikan hidup. Ikan segar. Sambil menunggu makanan bisa lihat-lihat kolam.

Di kelong ini juga tidak silau. Di seberang kelong ada satu pulau panjang. Pandangan tidak sampai ke laut lepas yang menyilaukan. Pulaunya kosong. Tanpa penduduk. Penuh dengan  tanaman hijau. Sejuk dilihat sambil makan.

Saya salah order. Salah lihat gambar makanan. Salah perkiraan ukuran menu. Saya pesan gonggong tiga porsi. Campur udang, kepiting rajungan, cumi-cumi, dan kerang. Pas. Untuk sepuluh orang satu meja.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *