Bahkan Nahdlatul Ulama Pernah Jadi Oposisi Orde Baru

Nahdlatul Ulama Pernah Jadi Oposisi Orde Baru
Bendera Nahdlatul Ulama di area Gunung Panderman
banner 400x400

“Pidato ini jelas dialamatkan kepada tindakan walk out NU, sebagai peringatan tidak ada lagi toleransi untuk perlawanan terhadap ideologi resmi. Pada tahun-tahun berikutnya, Soeharto berulangkali mengulangi tema pembicaraan yang sama: kesetiaan kepada ideologi-ideologi selain Pancasila sama dengan tindakan subversi,” terang Ahmad Muhajir dalam buku Idham Chalid: Guru Politik Orang NU (2007).

Oposisi Orba

Perjuangan NU jadi oposisi tak hanya dilanggengkan dalam membela agama saja. NU juga kerap melanggengkan dukungannya terhadap hajat hidup orang banyak. NU mampu berdiri di atas semua golongan dengan frasa kemanusiaan.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Barang siapa yang mengganggu kemaslahatan rakyat Indonesia, NU siap berdiri menentangnya. Semua itu dilanggengkan dalam rangka membangun keadilan sosial dan demokrasi. Sekalipun mendapatkan tentangan Orba.

Ambil contoh, kala Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 1984-1999, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) membela warga korban proyek stategis Waduk Kedung Ombo pada 1980-an.

Gus Dur saat menjabat Presiden RI bertemu dengan mantan Presiden RI, Soeharto. (Dok. Kompas)

Gus Dur dan NU tak gentar melemparkan kritik terbuka terhadap kebijakan rezim penguasa. Kritik yang dilanggengkan menggunakan dua ruang sekaligus. Ruang publik dan media massa. NU pun memberikan dukungannya kepada aktivis-aktivis lainnya yang ikut menolak.

Apalagi, dalam kasus Kedung Ombo Orba digambarkan tak adil dalam pembebasan lahan di tiga kabupaten (Boyolali, Grobogan, Sragen). Penentangan terhadap Orba terus berlangsung hingga Soeharto dan Orba berada di ujung tanduk kekuasaan pada 1998.

Sederet ulama NU pun meminta Soeharto untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Sebab, jika Soeharto terus memaksa berkuasa yang muncul bukan lagi manfaat, tapi mudarat. Keberanian NU mengambil posisi berseberangan dengan Orba kemudian dikenang bak ‘ornamen’ penting sejarah bangsa Indonesia.

“Misalnya, Gus Dur bersuara lantang dalam kritiknya terhadap bagaimana pemerintah daerah menangani kontroversi proyek waduk Kedung Ombo di Jawa Tengah yang didanai oleh Bank Dunia. la juga secara kuat membela minoritas etnis dan agama di Indonesia. Namun demikian, ia juga bersusah payah mempertahankan hubungan baik dengan presiden.”

“Semula, pendekatan konstruktif ini bernilai baik dan Soeharto tampaknya menyambut baik sejumlah inisiatif Gus Dur. Menjelang Pemilu 1987, Gus Dur menjadi makin kritis terhadap PPP, yang kini banyak didominasi oleh kaum modernis. Sebagai akibatnya, ia menerima kemarahan banyak kalangan konservatif dalam NU, yang menyesali keluarnya organisasi keagamaan ini dari PPP, dan justru telah berbuat banyak untuk mempererat hubungan baiknya dengan Soeharto,” tutup Greg Burton dalam buku Biografi Gus Dur (2013).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *