Dua Sisi Jimly Asshiddiqie, Antara Guru Besar dan Politikus

Dua Sisi Jimly Asshiddiqie
Jimly Asshiddiqie

Terkait dugaan pelanggaran KKN ini, Jimly mengatakan pemakzulan presiden itu urusan DPR. “Itu urusan politik di DPR. Boleh aja dimakzulkan. Ada banyak sekali alasan presiden dimakzulkan, banyak,” ucapnya.

Padahal, ketika itu proses pilpres juga sedang bergulir. Tetapi, Jimly tidak berkomentar “ada yang takut kalah”.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

https://jejakfakta.com/read/amp/4357/jimly-sebut-ada-banyak-alasan-presiden-jokowi-bisa-dimakzulkan

Sayangnya, putusan Majelis Kehormatan MK antiklimaks. Jimly menyatakan Anwar Usman bersalah melanggar hukum, etika, dan moral. Tetapi putusan Majelis Kehormatan MK tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Putusan Majelis Kehormatan MK lebih bersifat politis dan penuh kepentingan kelompok tertentu.

Dugaan pelanggaran KKN Jokowi ini juga sudah masuk dalam daftar Petisi 100 terkait dugaan pelanggaran konstitusi Jokowi. Bahkan rencananya akan dilaporkan ke penegak hukum dalam waktu dekat.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan, komentar Jimly terkait isu pemakzulan Jokowi cukup bervariasi, mungkin tergantung dari kepentingan.

Dalam situasi tertentu, pernyataan Jimly menunjukkan kelimuannya sebagai guru besar dan ahli hukum tata negara. Dalam kondisi lain, pernyataan Jimly seperti politikus yang berpihak pada kepentingan politik dan kelompok tertentu.

Sebagai guru besar ilmu hukum tata negara, Jimly pasti paham, bahwa proses pemakzulan presiden dan proses pilpres merupakan dua hal yang berbeda sama sekali.

Menurut konstitusi, kalau presiden sudah layak dimakzulkan, maka harus dimakzulkan, demi penegakan hukum dan konstitusi. Tidak ada kaitan sama proses pemilu dan pilpres.

Karena itu, yang menjadi pertanyaan adalah, apakah Jokowi sudah layak dimakzulkan? Apakah Jokowi sudah melanggar konstitusi sehingga layak dimakzulkan?

Pernyataan “ada yang takut kalah” jelas bukan pendapat seorang profesor ahli hukum tata negara, tetapi lebih pada pendapat seorang politikus yang mempunyai kepentingan untuk mempertahankan posisi presiden Jokowi, setidak-tidaknya sampai proses pilpres berakhir, yang kemungkinan akan berlangsung dua putaran, hingga Juli 2024.

Pertanyaannya, mengapa harus mempertahankan jabatan Jokowi (sampai pilpres selesai), dan kepentingan apa sampai bisa mengalahkan pendapat objektif seorang guru besar?

—- 000 —-

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *