Catatan Debat Cawapres: Perangai Mas Gibran

Perangai Mas Gibran
Mas Gibran

Saya pun membangun imajinasi liar. Peradaban Gibran dalam debat publik tersebut, pas dengan peribahasa kuno: “Siapa yang menabur angin, dia akan menuai badai.”

Dengan gerakan badan yang defisit akhlak dan substansi tersebut, Gibran merontokkan dirinya sendiri. Persepsi publik langsung anjlok terhadap dirinya. Padahal, dalam debat cawapres sebelumnya, Gibran sudah menunjukkan kelasnya.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Siapa yang bisa menjamin, keinginan Gibran untuk menohok lawan-lawan debatnya itu dengan cara yang tidak etis akan memenangkan dirinya kelak?

Justru mungkin terjadi, perangai dalam debat tersebut, membuat lawannya memenangkan pertandingan dan jadi juara.

Faktanya jelas. Argentina, terutama Messi, dihinakan dengan bahasa badan dari pendukung Saudi Arabia, justru memimpin Argentina menjadi juara dunia.

Para penghinanya, justru menghinakan diri mereka. Kemenangan Saudi Arabia atas Argentina, tertutup seketika, ditimbun oleh debu gurun sahara Qatar.

Jejak Gibran pupus di saat itu, ditimbun oleh rasa superior. Akhlakul karimah memang harus diutamakan dalam kehidupan.

Dalam perdebatan capres dan cawapres, diperkirakan ditonton sekitar 80 juta orang. Inilah cara kampanye yang paling efekltif dan murah, dibanding kampanye-kampanye konvensional: bertemu dengan massa.

Lalu, kita sebagai rakyat, sungguh-sungguh mendambakan perdebatan berkualitas dari para calon pemimpin, yang menggunakan media televisi. Kami butuh kesungguhan dan kejernihan pikiran dari para peserta debat.

Apa paradigma, visi dan misi serta rencana aksi Anda semua bila terpilih kelak? Kami tidak butuh atraksi fisik di atas panggung. Kami bisa menonton atraksi fisik panggung yang jauh lebih bermutu daripada atraksi fisik dalam debat cawapres.

Ikhwal pengaruh debat di televisi atas keterpilihan dan ketidakterpilihan seseorang, terutama di Amerika Serikat, memang sungguh luar biasa.

Pada 1960, untuk kali awal di dunia ini, dilakukan debat televisi calon presiden Amerika Serikat: antara Richard Nixon berhadapan John F. Kennedy.

Ketika itu, Nixon mengenakan jas berwarna abu-abu, sementara Kennedy mengenakan jas warna hitam pekat.

Penonton melihat bahwa secara fisik, Kennedy kelihatan lebih elegan dan berwibawa dibanding Nixon yang mengenakan pakaian berwarna pucat.

Singkatnya, warna pakaian yang dipakai dalam berdebat pun, ikut menentukan persepsi penonton terhadap calon.

Tatkala Michael Dukakis berhadapan dengan George Walker Bush dalam debat presiden di awal 1990-an, Dukakis bertanya ke Bush dengan niat menjatuhkan Bush.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *