Mitos Khittah NU dan Logika Kekuasaan

Mitos Khittah NU
Khittah NU

NU masih menjadi “pemain” politik nasional kendati berada di luar struktur, bahkan terkadang cukup jadi penonton. Justru karena itu, pemain di dalam struktur NU sering tergoda untuk terlibat dalam pragmatisme politik partisan, atau minimal menjadi pendukung.

Godaan inilah yang sulit dihindari dan sering mengganggu khittah NU, ketika kita tidak bisa menempatkan diri sebagai pengurus yang ada dalam struktur NU dalam berbagai level.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Khittah NU 1926 dirancang dan dicanangkan pada Muktamar NU ke-27 di Sukorejo Situbondo yang merupakan kode etik NU sebagai aturan tertinggi organisasi. Muktamar NU ke-28 di Krapyak Yogyakarta khittah NU “dimantapkan”, maka pada Muktamar NU ke-29 di Cipasung Tasikmalaya tersebut khittah NU telah menjadi panduan dan pedoman yang harus dijalankan dan ditaati oleh seluruh pengurus NU dari berbagai level.

Melihat mata rantai muktamar tersebut, tampaknya khittah NU akan tetap diagendakan sebagai pegangan strategis dan politis bagi warga NU yang terjun ke dunia politik. Persoalannya sekarang, sejauh mana khittah NU tersebut perlu dipertahankan, sementara tuntutan untuk kembali ke wilayah politik praktis masih menjadi obsesi banyak warga nahdliyyin terutama kiai-kiai NU? Terbukti, mereka masih terlibat dalam sejumlah manuver politik sekarang ini. Pertanyaan tersebut relevan dikemukakan, sebab walau sudah kembali ke khittah 1926, naluri politik warga NU masih sangat peka, bahkan khittah 1926 itu sendiri sesungguhnya juga merupakan langkah politik NU.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *