Dirty Vote, Cawe-Cawe Jokowi, dan Bahaya Penolakan Hasil Pilpres 2024

Dirty Vote dan Cawe-Cawe Jokowi
Denny Indrayana - Guru Besar Hukum Tata Negara, Senior Partner INTEGRITY Law Firm

Masih sebagai pertanggungjawaban akademik, izinkan saya memberi catatan atas pernyataan Profesor Jimly Asshiddiqie, Ketua MKMK. Dalam salah satu podcast, Beliau mengatakan tidak ada bukti keterlibatan Presiden Jokowi dalam skandal Paman Usman untuk Gibran. Sambil mengatakan semua informasi intervensi dan pemberitaan aliran dana adalah hoax. Izinkan saya, sebagai murid Beliau, menyampaikan pandangan berbeda, tentu sebagai bentuk sayang dan penghormatan.

Profesor Jimly mungkin lupa, bahwa putusan MKMK menyimpulkan, Anwar Usman “… terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan Putusan Nomor 90”. Memang tidak dijelaskan siapa pihak luar itu, dan dalam podcast yang lain, Profesor Jimly enggan mengatakan siapa pihak yang cawe-cawe tersebut. Yang pasti, faktanya, dalam pertimbangan MKMK, salah satu bukti yang dijadikan landasan kesimpulan MKMK tersebut adalah investigasi jurnalistik Tempo. Jadi, mengatakan semua pemberitaan hoax, justru bertentangan dengan putusan MKMK itu sendiri.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Menurut saya, yang tepat adalah bukan tidak terbukti, tetapi tidak dapat dibuktikan, atau lebih tepat lagi, belum dapat dibuktikan, semata-mata karena keterbatasan waktu kerja dan wewenang dari MKMK. Sebagai lembaga etik, yang paham batasan kewenangannya, sehingga tidak mau membatalkan putusan 90, saya yakin Profesor Jimly tentu juga mengerti, bahwa MKMK tidak dapat menyimpulkan soal ada atau tidaknya aliran dana, yang memerlukan penyelidikan pro justitia (pidana), yang tentu saja bukan kewenangan MKMK. Sehingga, menyatakan tidak ada keterlibatan Jokowi ataupun aliran dana, apalagi mengatakan pemberitaan hoax semua, bukan hanya pendapat yang bertentangan dengan putusan MKMK sendiri, tetapi juga kesimpulan yang prematur.

Bahaya Potensi Penolakan Hasil Pilpres 2024

Bahaya yang paling saya risaukan dari cawe-cawe Presiden Jokowi dalam Pilpres 2024 adalah potensi ditolaknya hasil Pilpres 2024. Saat ini, banyak pihak masih bersikap wait and see, menunggu hasil pencoblosan besok, 14 Februari. Jika paslon 02 tidak menang satu putaran, suasana masih cenderung tenang, karena ada kanalisasi aspirasi, melalui putaran kedua Pilpres di Juni 2024.

Namun, dengan berbagai indikasi modus TSM dan brutal yang dirasakan dan dipersepsikan, lalu misalnya besok Paslon 02 dinyatakan menang satu putaran, saya khawatir gelombang penolakan tidak mempunyai cukup kanal untuk dibendung dan disalurkan. Bapak Jusuf Kalla tentu saja tidak bisa dianggap remeh-temeh ketika berkomentar, kecurangan yang diungkap Dirty Vote hanya 25%, menyisakan 75% yang saya duga akan diungkap, jika diperlukan pada saatnya.

Mekanisme melalui sengketa hasil di MK memang jalur konstitusional, tetapi pasca Putusan 90, MK masih belum pulih, dan memang terlihat gamang menghadapi skandal Putusan Paman Usman untuk Gibran. Permohonan uji formil atas Putusan 90 yang saya dan Ucenk ajukan, dijawab dengan putusan konservatif, tanpa ada upaya koreksi, menyisakan persoalan logika yang terlalu mendasar: pelanggaran berat etika putusan 90, tidak berdampak pada kandidasi Gibran Jokowi. Suatu hal yang menjadi absurd, jika dikaji dari sisi logika hukum yang seharusnya linier, konsisten, normal, dan sehat.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *