Keajaiban dan Potensi Kejahatan Quick Count

Potensi Kejahatan Quick Count
Quick Count pilpres 2024
banner 400x400

Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Econony and Policy Studies)

Hajinews.co.id – Setiap “alat” diciptakan manusia untuk membantu dan memberi manfaat kepada manusia. Senjata tajam seperti pisau, parang, celurit, diciptakan untuk membantu pekerjaan rumah tangga, pekerjaan di pertanian, dan lainnya.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Tetapi, alat bantu tersebut juga bisa digunakan untuk melakukan kejahatan. Senjata tajam yang diciptakan sebagai alat bantu bisa digunakan untuk merampok, bahkan membunuh.

Begitu juga dengan Quick Count atau Hitung Cepat, yang diciptakan untuk membantu perhitungan suara pemilu secara cepat dan akurat. Salah satu tujuan dari Quick Count adalah untuk mendeteksi atau menangkal potensi kecurangan perhitungan suara oleh penguasa penyelenggara pemilu.

Karena Quick Count diciptakan dengan menggunakan metodologi dan kaidah ilmu statistik untuk memperkirakan, atau memprediksi, hasil akhir pemilu (dan pilpres) secara cepat. Hanya dalam hitungan beberapa jam saja, sudah bisa diperoleh perkiraan hasil pemilu.

Metode ilmiah Quick Count ini terbukti cukup akurat apabila, dan hanya apabila, dilakukan sesuai prinsip-prinsip ilmu statistik yang menjadi dasar metodologi Quick Count. Yaitu, central limit theorem distribusi normal, kecukupan jumlah sampling (the law of large numbers), dan sampling acak (random sampling). Dan tentu saja Quick Count harus dilaksanakan oleh penyelenggara profesional dan independen.

Masalahnya, seperti “alat” yang diciptakan untuk kebaikan tetapi dapat juga digunakan untuk kejahatan, Quick Count juga bisa digunakan sebagai alat untuk melakukan kejahatan, untuk memberi perkiraan hasil pemilu yang salah, atau bisa, dengan memberi kemenangan kepada salah satu paslon tertentu.

Caranya sangat mudah. Cukup “melanggar” atau tidak mengikuti prinsip atau kaidah ilmu statistik yang menjadi dasar metodologi Quick Count tersebut. Artinya, tidak mengikuti, atau melanggar, prinsip central limit theorem, the law of large numbers, dan random sampling, maka hasilnya akan sangat bias.

Bahasa awamnya, dengan memanipulasi pengambilan data sampling, maka hasil Quick Count cenderung tidak mencerminkan penyebaran (hasil) perolehan suara yang sebenarnya, bahkan bisa digunakan untuk menciptakan hasil yang diinginkan.

Central limit theorem dan the law of large numbers adalah prinsip statistik, di mana semakin banyak pengambilan jumlah data sampling (dalam hal pemilu, jumlah TPS) maka distribusi hasil sampling akan semakin mencerminkan (mendekati) distribusi normal populasi.

Artinya, semakin besar jumlah sampling TPS yang diambil dalam perhitungan Quick Count, maka tingkat akurasi perkiraan hasil Quick Count semakin baik, atau mendekati hasil sebenarnya (populasi).

Sebagai contoh, data sampling yang hanya mencakup satu TPS saja bisa menghasilkan 100 persen perolehan suara untuk paslon tertentu, dan nol persen untuk lainnya. Tetapi, kalau data sampling mencakup 100 TPS (dari 822.236 TPS), kemungkinan besar tidak ada lagi paslon yang memperoleh suara 100 persen atau nol persen. Artinya, distribusi perolehan suara sudah mulai tersebar kepada semua paslon. Tetapi, perolehan suara ini masih jauh dari kondisi sebenarnya. Karena tingkat kesalahan (margin error) sampling masih sangat besar, mengingat data sampling sangat sedikit.

Kalau data sampling diperbesar menjadi 1.000 TPS, maka hasil distribusi perolehan suara kepada semua paslon akan semakin baik. Sampling 10.000 TPS akan lebih baik lagi. Distribusi perolehan suara Quick Count akan semakin mendekati penyebaran perolehan suara paslon secara nasional (populasi).

Faktor lain yang juga mempengaruhi tingkat akurasi Quick Count adalah jumlah pemilih per TPS (the size of polling station).

Misalnya, data sampling Quick Count ditetapkan 2.500.000 pemilih dengan tingkat kepercayaan 99 persen, dan margin error +/- 0,32 persen. Karena yang disampling (unit of analysis) adalah TPS, maka tingkat margin error akan tergantung dari berapa banyak jumlah pemilih per TPS. Semakin banyak jumlah pemilih per TPS maka semakin besar tingkat margin error.

Jumlah pemilih per TPS di Indonesia rata-rata 250, didapat dari 204.807.222 jumlah pemilih tetap (DPT) dibagi 822.223 jumlah TPS.

Untuk jumlah sampling 2.500.000 pemilih, maka jumlah sampling TPS menjadi 10.000 TPS (2.500.000 pemilih dibagi 250 pemilih per TPS), dengan margin error meningkat menjadi +/- 5,05 persen, untuk tingkat kepercayaan 99 persen.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *