Kultum 373: Global Warming Merusak Lebih Cepat dari Estimasi (5)

pemanasan global
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 400x400

Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.co.id – Perdana Menteri Pakistan, Shehbaz Sharif, negara-negara kaya gagal memberikan pendanaan iklim. Hal itu dikatakannya di Mesir dalam COP27 pada hari Selasa 8 November 2022 lalu. COP adalah singkatan dari ‘Conference of the Parties’, yang merupakan komite internasional yang membuat keputusan tentang bagaimana mengimplementasikan berbagai macam keputusan COP untuk berbagai perjanjian internasional (dari senjata kimia hingga peng-gurun-an).

Dalam perjalanannya, COP kemudian dikaitkan dengan pertemuan satu komite tertentu yang dibuat setelah penandatanganan Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim dan dinamai UNFCCC. Sedangkan 27 adalah angka tahunan yang memberi nomor urut pertemuan atau konferensi tersebut.

Menurut beberapa pakar COP, berbagai perusahaan dan berbagai negara maju telah menjanjikan pencucian hijau (green cleaning). Namun, menurut Shehbaz Sharif “Perubahan iklim melampaui kemampuan negara-negara berkembang untuk mengatasi dampaknya yang menghancurkan”. Dia juga engatakan bahwa negaranya telah dilanda banjir besar (Agustus 2022 lalu) yang bersejarah. Pembicaraan pada konferensi iklim PBB di Mesir telah didominasi oleh seruan agar negara-negara kaya memenuhi janji untuk membantu negara-negara miskin secara finansial menghijaukan ekonomi mereka dan membangun ketahanan.

Perdana Menteri Shehbaz Sharif memperingatkan dalam pidatonya sebelum pertemuan puncak di resor Laut Merah Sharm el-Sheikh, bahwa “Dunia terbakar lebih cepat dari kapasitas kita untuk pemulihan. Kesenjangan pembiayaan saat ini terlalu tinggi untuk menopang kebutuhan pemulihan nyata dari mereka yang berada di garis depan bencana iklim”.

Sharif berpendapat Pakistan telah memberi contoh kerentanan ekstrim negara-negara di dunia berkembang yang berjuang untuk menumbuhkan ekonomi mereka sambil menghadapi badai inflasi. Melonjkanya utang dan kekurangan energi telah diperparah oleh pemanasan global. Gelombang panas yang diikuti bencana banjir di Pakistan pada Agustus 2022 telah melumpuhkan dan telah menjungkirbalikkan kehidupan 33 juta orang yang menghuni sepertiga negara itu.

Dalam beberapa kultum sebelumnya, kita telah baca bahwa kerusakan yang diakibatkan gelombang panas dan banjir tersebut telah menimbulkan kerusakan lebih dari Usd. 30 miliar menurut Bank Dunia. Jadi, Pakistan, yang sudah menghadapi krisis biaya hidup karena Rupee (mata uang Pakistan) yang menukik tajam, dan cadangan devisa yang semakin menipis, harus mengalami lonjakan inflasi setelah banjir. Alhasil, tentu saja Pakistan harus mengalami situasi di mana “negara itu harus jatuh ke dalam tugas besar yang sangat besar” untuk pemulihan.

Pada pertemuan terseut, Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan dunia perlu memikirkan kembali sistem keuangan internasional untuk memberikan keringanan utang kepada negara-negara yang dilanda dampak iklim. Dalam hal ini, Pakistan layak mendapat dukungan besar langsung dari masyarakat internasional.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *