Berharap Kembalinya PDIP ke Peran Oposisi

Kembalinya PDIP ke Peran Oposisi
ilustrasi: Pesan Soekarno/PDIP Facebook
banner 400x400

Oleh: Virdika Rizky Utama – peneliti PARA Syndicate, mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Shanghai Jiao Tong University

Hajinews.co.id – Pemilu serentak yang berlangsung pada 14 Februari 2024 mengungkapkan dinamika politik yang rumit. Hasil hitung cepat dari berbagai lembaga survei menunjukkan bahwa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengalami kekalahan dalam pemilihan presiden tetapi tetap unggul dalam pemilihan legislatif. Meski bukan hasil akhir, ini menandai posisi strategis PDIP dan perannya ke depan.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Dalam pemilihan presiden, PDIP menghadapi tantangan berat. Pasangan yang didukungnya, Ganjar-Mahfud, hanya memperoleh sekitar 16-18% suara, berada di posisi ketiga. Sementara itu, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mendapat 24-26% suara, dan Prabowo Subianto memenangkan pemilu dengan 56-58% suara. Kemenangan Prabowo menandai perubahan signifikan dalam politik Indonesia, mengisyaratkan perubahan preferensi pemilih dan potensi rekonfigurasi kekuatan politik.

Meskipun kalah dalam pemilihan presiden, PDIP menunjukkan kekuatan di pemilihan legislatif, menegaskan posisinya sebagai partai utama di kancah politik nasional. Ini menempatkan PDIP di persimpangan penting, mendorong partai untuk mengevaluasi strategi dan mendefinisikan kembali perannya dalam lanskap politik yang berubah setelah sepuluh tahun berkuasa.

Kekalahan Ganjar-Mahfud di daerah basis tradisional PDIP seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali menunjukkan dinamika pemilih yang kompleks yang melampaui loyalitas partai. Ini menggarisbawahi perubahan paradigma politik dan munculnya garis patahan baru di kalangan pemilih Indonesia.

Di sisi lain, kinerja konsisten PDIP dalam pemilihan legislatif membuktikan kekuatan dan ketahanan partai. Berdasarkan hitung cepat Litbang Kompas, PDIP memimpin dengan 17-18% suara, diikuti Golkar, Gerindra, dan PKB. Ini memberikan platform bagi PDIP untuk mengkalibrasi ulang strategi politiknya dan menegaskan kembali pengaruhnya sebagai oposisi yang kuat.

Penyeimbang Pemerintah

Kemenangan legislatif PDIP sangat penting di tengah naiknya Prabowo ke kepresidenan, yang bisa menandakan pergeseran ke arah otoritarianisme kompetitif di Indonesia. Otoritarianisme kompetitif, yang ditandai dengan kompetisi elektoral semu sambil mengikis prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan, mengingatkan kita pada lintasan politik di Rusia di bawah Vladimir Putin.

Dalam situasi ini, peran PDIP sebagai penyeimbang pemerintah yang berkuasa sangat diperlukan untuk menjaga demokrasi di Indonesia. Kekhawatiran akan pergeseran ini didasari oleh faktor-faktor seperti dugaan kecurangan pemilu, seperti yang ditunjukkan dalam film Dirty Vote yang mengungkap upaya manipulasi hasil pemilu, dan latar belakang Prabowo sebagai mantan menantu Soeharto serta catatan pelanggaran HAM-nya, yang menimbulkan pertanyaan tentang komitmennya terhadap demokrasi.

Selain itu, ada kecenderungan di antara beberapa pendukung Prabowo untuk membungkam kritik dengan cara melaporkan para kritikus ke polisi. Hal ini menunjukkan kurangnya toleransi terhadap kebebasan berekspresi, yang merupakan salah satu pilar penting demokrasi. Gabungan dari faktor-faktor ini menunjukkan bahwa kepresidenan Prabowo berpotensi membawa Indonesia ke arah pemerintahan yang lebih otoriter, di mana ada semacam kompetisi elektoral tetapi inti dari demokrasi tergerus.

Dalam situasi kritis seperti ini, posisi yang dimiliki PDIP sebagai oposisi sangat berharga. Dengan perwakilan yang signifikan di lembaga legislatif, PDIP memiliki peluang untuk memperjuangkan integritas, transparansi, dan akuntabilitas dalam demokrasi. Partai ini bisa memanfaatkan pengaruhnya di legislatif untuk mengawasi kebijakan pemerintah, mendorong reformasi, dan memobilisasi dukungan publik untuk prinsip-prinsip demokrasi.

Kembalinya PDIP ke posisi oposisi setelah satu dekade berkuasa memberikan kesempatan untuk mendefinisikan kembali identitas politiknya dan terhubung kembali dengan basis dukungannya di akar rumput. Dengan memperjuangkan keadilan sosial, kesetaraan ekonomi, dan inklusivitas politik, PDIP dapat meningkatkan daya tarik ideologisnya dan memperkuat posisinya sebagai pelopor demokrasi di Indonesia.

Bagi PDIP, merangkul peran sebagai partai oposisi bukan hanya soal keseimbangan legislatif, tetapi juga tentang prinsip ideologis dan komitmen historis partai untuk memperjuangkan masyarakat Indonesia yang kurang mampu dan terpinggirkan. Kecenderungan kiri PDIP, yang terinspirasi oleh pemikiran Sukarno atau Marhaenisme, menekankan pada keadilan sosial, nasionalisme, dan pemberdayaan rakyat kecil atau “marhaen”. Sikap ideologis ini secara alami menempatkan PDIP sebagai partai yang dapat secara efektif mengkritik dan menyeimbangkan kebijakan-kebijakan yang mungkin mendukung kepentingan elit atau merugikan kesetaraan sosial.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar