Kultum 377: Takut Puasa dan Amal Shalih Tidak Diterima

Takut Puasa dan Amal Shalih Tidak Diterima
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 400x400

Sebagian ulama mengatakan, hal yang demikian berbeda dengan generasi pada jaman sekarang ini. Kita juga sering melihat bagaimana perbedaan itu memang terlihat begitu nyata. Rasulullah dan para sahabat mengkhawatirkan tidak diterimanya amal shalih mereka selama Ramadan, sementara generasi saat ini kerap kali menganggap hal itu tidak penting hari-hari terakhir bulan Ramadan, dan hanya mengurusi urusan duniawi.

Inilah dua keadaan di akhir blan Ramadan di dua jaman yang berbeda. Marilah kita bandingkan generasi jaman Rasulullah dan para sahabat dengan generasi kita saat ini. Pada jaman kita, bahkan Ramadan belum berakhir sudah seperti berakhir; pembicaraan kita sudah berubah. Kita sudah sibuk dengan urusan dunia.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Padahal puncak bulan Ramadan berada di hari-hari ini, yakni 10 hari terakhir bulan Ramadan. Mari kita ukur iman kita masing-masing, kitalah yang tahu siapa diri kita, tidak perlu kita menghakimi orang lain. Para sahabat dan generasi salafi menekankan untuk beramal shalih dan khawatir amal shalihnya tidak diterima, sementara kita kurang peduli ibadah dan amal shalih kita diterima atau tidak.

Itulah salah satu hal yang sangat membedakan antara para sahabat dan para salafus shalih dengan generasi kita saat ini. Sahabat dan salafus shalih dengan jelas tunduk pasrah kepada Allah Subhanahu wata’ala. Dan seorang pun tidak ada yang tahu amalnya diterima atau tidak. Hal demikian membuat hati mereka merasa gelisah dan gundah gulana.

Agar kita bisa mencontoh Rasulullah, para sahabat, dan para salafus shalih, mari kita perhatikan salah satu hadits berikut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى

وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِى

وَجْهِهَا الْمَاءَ رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ

مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا

فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِى وَجْهِهِ الْمَاءَ

Artinya:

Semoga Allah merahmati seorang laki-laki yang di malam hari melakukan shalat malam, lalu ia membangunkan istrinya, jika istrinya enggan, maka ia memerciki air pada wajahnya. Semoga Allah juga merahmati seorang wanita yang di malam hari melakukan shalat malam, lalu ia membangungkan suaminya, jika suaminya enggan, maka istrinya pun memerciki air pada wajahnya (HR. Abu Daud no. 1308; An-Nasai no. 1148).

Semoga sedikit yang kita baca ini menjadi pengingat bagi kita semua, dan kalau sekiranya bisa bermanfaat bagi yang lain, mari kita share kultum ini kepada sanak saudara dan handai taulan serta sahabat semuanya, semoga menjadi jariyah kita semua, aamiin.

اَلْحَمْدُ للَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Sumber : Ahmad Idris Adh.                                    —ooOoo—

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *