Akankah PDI-P Jadi Oposisi?

Akankah PDI-P Jadi Oposisi?
Akankah PDI-P Jadi Oposisi?
banner 400x400

Ini semata-mata karena syahwat berkuasa tanpa mau direcoki dengan kontrol terhadap praktik kekuasaan yang diperagakannya. Di sini, berlaku prinsip Lord Acton, sejarahwan ternama Inggris: kekuasaan cenderung korup. Kekuasaan absolut akan korup secara absolut.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Nah, dalam pembentukan pemerintahan baru pada Oktober nanti, bila bukan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang diusung PDIP dinyatakan pemenang, apakah PDI-P sebagai partai yang paling besar perolehan suaranya dalam pemilu 2024 lalu, akan menjadi partai oposisi?

Saya yakin, PDIP akan menjadikan diri sebagai partai oposisi. Tradisi menjadi partai oposisi, sudah mandarah daging dalam diri PDIP.

Tidak ada partai politik di negeri kita sekarang ini, yang memiliki jejak pengalaman menjadi oposisi, begitu panjang, selain partai berlambang kepala banteng tersebut.

PDIP sudah mematok diri sebagai partai oposisi sejak rezim Orde Baru. Partai-partai politik lain yang menjadi partai oposisi, misalnya Partai Demokrat dan PKS, belum memiliki pengalaman sebanyak PDIP.

Mengapa PDIP bisa menjadi partai oposisi begitu panjang dan tidak menimbulkan riak serta ombak politik yang menggulung dan menghempas?

Jawabannya, ada pada sikap politik yang diyakini dan dipraktikkan oleh pemimpinnya: Megawati Sukarnoputri.

Prinsip Megawati sangat sederhana: bila kita siap menang, kita juga harus siap kalah. Menang tidak menjadi rakus, kalah tidak menjadi kalap.

Sikap dan determinasi Megawati tersebut, lantaran kharisma dan wibawanya yang begitu kuat, maka serta merta para kadernya mengikuti jejaknya.

Coba kita lihat dalam realitas jejaknya. Tatkala PDIP menang pemilu pada tahun 1999, tidak serta merta membuat Megawati menjadi presiden.

Lewat persekutuan dan permufakatan pat gulipat para partai di MPR, Gus Dur yang menjadi presiden. Megawati hanya menjadi orang nomor dua.

Megawati tidak kalap. Tidak memobilisasi kader-kadernya yang amat militan itu, mengayun kapak kemarahan. Megawati mengurut dada sembari tetap merawat partainya. Di sini, Megawati menerima kekalahan, tetapi menampik menjadi kalap.

Tatkala PDIP menang pada pemilu 2014, menurut rumus perolehan suara, PDIP bisa mendudukkan kadernya dalam kabinet Jokowi sebanyak tujuh orang.

Wakil Presiden terpilih ketika itu, Jusuf Kalla, datang menawarkan rumus peluang tersebut kepada Megawati.

Tak disangka, Megawati menampik mendudukkan tujuh orang kadernya dalam kabinet. Ia hanya mengusulkan empat nama. Silahkan berikan kepada yang lain-lain. Tolong cari kader-kader bangsa di luar PDIP, katanya.

Di sini, Megawati menunjukkan sikap, siap menang, tetapi menolak menjadi rakus.

Lain halnya bila saya ditanya, bagaimana posisi Partai Golkar dalam konteks beroposisi? Maklum, partai beringin ini selalu bertengger sebagai partai tiga besar sejak reformasi. Malah pernah menjadi partai penguasa absolut di masa silam.

Jawaban saya sangat tegas. Partai Golkar tidak bisa menjadi partai oposisi, karena kultur dan sejarahnya memang tidak pernah dan tidak akan bisa menjadi pihak oposisi.

Ia selalu keasyikan dan menikmati berada dalam wilayah edar kekuasaan, terlepas, siapa pun penguasanya.

Bila memang kelak, ternyata pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming yang dinyatakan sebagai pemenang, apakah partai-partai lain yang tidak beraliansi dengan Prabowo secara otomatis menjadi oposisi?

Saya ragu tentang itu. PKB, PKS, PPP dan mungkin Nasdem, kemungkinan akan gabung, menggemukkan koalisi partai pendukung Prabowo-Gibran.

Dan bila itu terjadi, pemerintahan Prabowo-Gibran bisa berjalan tanpa kontrol ketat karena oposisi berposisi kian marjinal.

Sumber: kompas

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *