Berpolitik; Kejujuran Vs Kecurangan

Oleh: Mundzar FahmanMantan Wartawan Jawa Pos Tinggal di Bojonegoro.

Hajinews.co.id – Dalam sebuah obrolan menjelang Pemilu Presiden 2024 lalu, seorang teman bilang ke saya. Dalam politik jangan bicara soal benar atau salah. Tetapi, adalah soal menang atau kalah. Yang penting itu menang. Apa artinya benar atau jujur tetapi kalah.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Waktu itu, obrolan tersebut tentang tiga pasangan capres-cawapres yang akan berkontestasi dalam Pilpres 2024. Obrolan terutama menanggapi tentang pro kontra proses penetapan pasangan capres dan cawapres. Juga, tentang kolasi partai politik pengusung capres-cawapres yang masih berubah-ubah.

Saya menduga, cukup banyak orang yang berpandangan seperti itu. Bahwa, dalam politik itu yang penting menang. Yang penting bisa mendapatkan kekuasaan. Dan, bisa mempertahankan kekuasaannya tersebut selama mungkin.

Terus terang, saya sangat tidak setuju terhadap pandangan seperti itu. Bahkan, saya sangat sedih mendengarnya. Apalagi, jika mereka yang berpandangan seperti itu berpendidikan tinggi. Dan, beragama.

Mereka yang berpandangan bahwa dalam politik praktis yang penting adalah menang akan cenderung menghalalkan segala cara. Jika mereka itu pelaku/pemain politik, sangat mungkin mereka akan melakukan segala cara untuk mencapai tujuan politiknya. Dan, jika mereka hanya supporter politik, sangat mungkin mereka akan menilai wajar saja jika banyak politisi nakal, curang, dan sebagainya.

Orang-orang yang berpandangan seperti itu biasanya disebut dengan Machiavellianism. Orang yang berpaham model Niccolo Machiavelli, seorang filsuf dan politikus Italia (1469-1527). Ajarannya bersifat pragmatis dan kejam tentang kekuasaan dan politik. Sangat egois, hanya mementingkan diri sendiri, manipulatif, dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

Hari-hari ini, Mahkamah Konstitusi (MK) di negeri ini sedang punya gawe besar. Dan, sangat penting. Yaitu, menangani dugaan aneka kecurangan selama proses Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, 14 Februari 2024 lalu. Gugatan diajukan oleh dua kubu pasangan calon presiden-wakil presiden, nomor urut 01 dan 03. Kita tunggu apakah pihak penggugat bisa memberikan bukti adanya kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), sebagaimana yang mereka tuduhkan. Dan, apakah para hakim MK bisa membuat putusan yang jujur dan adil sesuai bukti dan fakta di persidangan. Kita tunggu.

Secara kebetulan, hari-hari ini puasa Ramadan 2024 menuju babak akhir. Salah satu yang ditekankan untuk dijauhi oleh pelaku puasa adalah ketidakjujuran. Orang yang berpuasa sangat dilarang berdusta. Dawuhe Kanjeng Nabi Muhammad SAW, orang berpuasa yang berdusta, puasanya akan sia-sia. Alias mubazir. Puasanya tidak mendapatkan pahala apa-apa, hanya mendapatkan lapar dan haus. Harapan kita, mereka yang terlibat dalam persidangan di MK, khususnya yang sedang berpuasa bersikap sejujur-jujurnya dan seadil-adilnya. Baik pihak pemohon/pengggugat, pihak termohon/tergugat, maupun para hakim MK selaku pengadil.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *