Berpolitik; Kejujuran Vs Kecurangan

Paham Machiavelli tidak ditemukan dalam politik kekuasaan dalam Islam. Terutama pada masa-masa awal pemerintahan Khulafaurrasyidin. Empat khalifah Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Tentu, kita tidak mungkin membandingkan dengan kepemimpinan Nabi Mhammad SAW karena beliau adalah Nabi dan Rasul. Beliau bersifat ma’shum (dijaga oleh Allah SWT dari kesalahan). Sedangkan kita-kita ini hanyalah manusia biasa sebagaimana juga para khalifah pengganti Rasulullah SAW.

Dalam Islam, politik kekuasaan adalah didedikasikan sepenuhnya untuk kebaikan umat. Dan, untuk syiar agama. Sahabat yang mau dipilih menjadi khalifah bukan karena ambisi pribadi terhadap kekuasaan. Tetapi karena demi umat dan agama.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Lihatlah dalam kisah diangkatnya Abu Bakar Asshiddiq (573-634 M) sebagai khalifah pertama setelah Nabi SAW meninggal. Awalnya Abu Bakar bersikeras menolak dijadikan khalifah. Tetapi, karena desakan dari para sahabat, terutama dari Sahabat Umar bin Khatthab, akhirnya Abu Bakar menerimanya. Walau, dengan berat hati. Isi pidato Abu Bakar ketika dibaiat sebagai khalifah: ‘’Saya bukanlah orang terbaik di antara kalian. Jika saya berlaku benar, dukunglah. Tetapi, jika saya melakukan kesalahan, maka luruskanlah’’.

Selama dua tahun menjadi khalifah, Abu Bakar tidak mau memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya dirinya, ataupun  keluarganya. Dia tidak mau diberi fasilitas berlebih dari negara. Ketika dia meninggal, warisannya hanya berupa seekor unta, seperangkat alat untuk memerah susu, dan baju panjang yang biasa beliau gunakan untuk menyambut tamu penting negara. (Biografi Khalifah Rasulullah SAW, hal. 97).

Sikap yang kurang lebih sama juga dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khatthab (586-644 M) sebagai penerus Abu Bakar. Umar menjadi khalifah selama 10 tahun (634-644 M). Seperti pendahulunya, Umar dikenal sebagai penguasa yang sangat tegas, adil, dan tidak materialistis.

Begitu sederhananya sikap Umar. Saking sederhananya, dikisahkan Umar hanya punya satu stel baju untuk salat Jumat. Suatu hari, Umar datang terlambat datang di masjid untuk berkhutbah Jumat. Gara-garanya, beliau harus menunggu bajunya kering setelah dicuci, karena beliau tidak punya baju cadangan untuk salat Jumat. Bandingkan dengan zaman sekarang. Mungkin perbandingannya tidak hanya antara langit dan bumi. Tapi antara langit dan sumur. Bagaimana pendapat Anda?

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *