Yusril Permalukan Natsir

Yusril Permalukan Natsir
Yusril Muda dan Mohammad natsir

Natsir merupakan cendekiawan muslim. Ia pernah menjabat sebagai presiden Liga Muslim Dunia dan Ketua Dewan Masjid Se-dunia. Ia pun tokoh politik Indonesia yang dikenal konsisten memberi  keteladanan dalam kehidupan politik Indonesia.

Natsir pernah menduduki jabatan penting, dari posisi menteri Penerangan (1946-1947), bahkan sempat menjadi Perdana Menteri  Indonesia (1950-1951).

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Sebagai politisi berlatar intelektual muslim, Natsir selalu menunjukkan sikap dasar yang harus dimiliki pemimpin negara yaitu, memisahkan kepentingan pribadi dan ekonomi dari politik.

Sepanjang menduduki jabatan penting Natsir tidak mempunyai aset pribadi dan selalu berpenampilan sederhana. George McTurnan Kahin, guru besar Universitas Cornell, sampai terhenyak kala bertemu Natsir untuk kali pertama pada 1946. Ketika itu, Natsir adalah Menteri Penerangan RI.

“Ia memakai kemeja bertambalan, sesuatu yang belum pernah saya lihat di antara para pegawai pemerintah mana pun,” terang Kahin seperti tertulis dalam buku Natsir: 70 Tahun Kenang-kenangan Kehidupan dan Perjuangan.

Sosok yang meninggal pada 6 Februari 1993 ini selalu konsisten mengupayakan terwujudnya tatanan kehidupan politik demokratis yang bersih dari korupsi, serta mendorong tata pembentukan pemerintahan yang konstitusional dan bermartabat.

Keutamaan-keutamaan yang ditunjukkan oleh Natsir ini tidak kita temukan dalam diri muridnya, Yusril Ihza Mahendra. Bahkan, sikap-sikapnya justru mempermalukan gurunya.

Politisi yang mengaku dirinya murid sekaligus penerus perjuangan politik Natsir ini faktanya pada masa puncak kuasa Soeharto justru berperan sebagai speech writer alias penulis pidato sang diktator.

Bayangkan saja, dalam kurun 1996-1998, Yusril telah menulis 204 naskah pidato untuk Soeharto. Ini bukti ia begitu aktif membela Soeharto.

Sikap politik Yusril selama ini justru menunjukkan bahwa dirnya tidaklah jauh berbeda dengan politisi karbitan pada umumnya yang  menjadikan politik sebagai pasar taruhan bagi segelintir kepentingan, alih-alih meletakan politik sebagai perbuatan kenegaraan demi kesejahteraan umum.

Dalam praktik politik yang tidak demokratis, pembusukan hukum dan etika, ketidakadilan di bidang ekonomi serta  ketamakan pemimpin, Yusril harusnya mengambil sikap politik layaknya Natsir, sebagai teladan.

Yusril mestinya menginterupsi tatanan kehidupan politik seperti itu dengan mentransformasikan nilai-nilai Islam yang universal sehingga menciptakan suatu iklim politik yang lebih demokratis, berkeadilan, serta berbudi luhur.

Hanya dengan memilih sikap politik seperti itu, maka Yusril akan dikenal bukan hanya sebagai orang yang memiliki jalan pemikiran sama dengan Natsir, tetapi juga keserupaan sikap-sikap politiknya. Dalam konteks ini, Yusril harus mengambil jalan memutar untuk kembali insaf.

Yusril harus sekali lagi mengatakan di depan publik bahwa Pilpres 2024 berjalan tanpa keluhuran budi serta nir keadilan. Saya yakin sikap ini sesuai dengan pikiran dan hati nuraninya sendiri, di samping juga berguna bagi dirinya sebagai pembatas kelalaian agar tak lebih jauh memperlakukan gurunya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *