Jadi, ada pembangunan peradaban dan ada pembangunan kebiadaban. Kita elaborasi lebih lanjut dalam konteks Indonesia. Supaya jelas siapa yang membangun peradaban dan siapa yang membangun kebiadaban.
Para cendekiawan, pemikir, ilmuwan, dan negarawan pastilah masuk ke dalam golongan yang selalu berpikir dan berbuat untuk peradaban manusia. Pastinya, peradaban itu dibangun oleh orang-orang yang memiliki kecerdasan ilmiah dan keluasan wawasan. Merek adalah orang-orang yang jauh dari ambisi kekuasaan dan ambisi sempit lainnya.
Para pembangun peradaban jauh dari kerakusan. Mereka selalu visioner untuk kemaslahatan masyarakat dan untuk kemajuan bangsa (bangsa) dan negara (negara). Peradaban akan melahirkan orang-orang yang beradab yang menjunjung tinggi etika dan hukum
Pembangunan dinasti, khsusunya dengan cara yang culas dan paksaan, adalah limbah peradaban. Dan limbah peradaban adalah kebiadaban.
Dalam konteks kekinian Indonesia, rakyat sedang menyaksikan akrobat seorang tokoh ‘bangsat’ yang sedang membangun kebiadaban. Dia menggunakan seluruh sumber daya kekuasaan untuk menyempurnakan kebiadaban itu. Jika tokoh ‘bangsa’ merasa berhak membangun dinasti keluarganya.
Mengapa tokoh ‘bangsa’ merasa berhak? Karena dia merasa Indonesia ini dihuni oleh kawanan ‘bangsat‘ seperti dirinya. Sehingga, dia menyimpulkan bahwa cara-cara biadab cocok untuk negeri ini.
Itu perasaan si tokoh ‘bangsat’. Dia lupa bahwa rakyat Indonesia sudah jauh di depan dalam peradaban. Hanya keluarga si tokoh ‘bangsat’ dan kroni-kroni ‘bangsat’-nya saja yang masih belum beradab.
Hari ini, para tokoh ‘bangsa’ bekerja keras untuk mencegah agar gerombolan ‘bangsat’ tidak berhasil membangun kebiadaban. Perjuangan ini berat. Karena gerombolan ‘bangsat’ sudah mensosialisasikan kebiadaban itu ke seluruh pelosok negeri dan ke semua tingkat pemangku kekuasaan.
Jadi, kita sedang menyaksikan perpacuan antara tokoh ‘bangsa‘ yang membangun peradaban dan tokoh ‘bangsat’ yang membangun kebiadaban.[]
19 April 2024