Soal Perselisihan Nasab Habaib, Rais Aam NU: Hati-Hati, Ini Pola Wahabi

Perselisihan Nasab Habaib
KH Miftachul Achyar
banner 400x400

Hajinews.co.idRais Aam, PP Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftakhul Achyar pun angkat bicara soal kontroversi Nasab habaib Indonesia.

Kiai Miftah, sapaan akrabnya, mengatakan, hanya segelintir orang yang mengangkat isu hangat ini. Isu ini bukan lagi soal dzurriyah Ba’alawi vs dzurriyah Walisongo, tapi arahnya sudah ke jamaah NU.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

“Gangguan sudah sudah nyata, bukan dzon lagi, tapi jelas dialamatkan kepada NU dan bertubi-tubi. Hati-hati, itu pola Wahabi,” ujar Kiai Miftah.

Kiai Miftah kembali mengingatkan NU itu memuliakan orang bukan karena nasab atau garis keturunan, suku, etnis tetapi keilmuan, kebaikan, dan ketakwaan seseorang.

Lebih lanjut dia mengingatkan perlunya jamaah dan pengurus organisasi besar seperti NU untuk tertib dalam komando kepemimpinan dan peraturan organisasi.

“Berbagai isu dan polemik yang bisa melemahkan organisasi harus diwaspadai dan disikapi dengan cara tertib dan taat pada jalur komando serta arahan sikap dari pimpinan tertinggi organisasi, dalam hal ini PBNU,” kata Rais Aam dalam Haul Muassis NU di Gresik, Jawa Timur, Ahad (26/5/2024).

Kiai Miftah yang juga pengasuh PP Miftachussunnah, Kedungtarukan Surabaya, ini menegaskan bahwa organisasi yang besar tapi tidak tertib itu bisa dilumpuhkan oleh organisasi kecil yang tertib.

“NU itu besar, bahkan yang terbesar di dunia, tapi NU yang besar itu tidak ada artinya kalau tidak tertib atau patuh dalam kepemimpinan dan peraturan,” katanya.

Karena itu, jamaah dan pengurus NU hendaknya bijak menyikapi fenomena ‘kebesaran’ NU itu dengan mengembalikan kepada peraturan organisasi seperti AD/ART, Perkum NU, dan tertib dalam komando kepemimpinan.

“Organisasi sebesar NU itu sudah pasti memutuskan dengan musyawarah lengkap syuriah-tanfidziyah dan kembali pada aturan main yang ada,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua PCNU Jombang KH. Fahmi Amrullah Hadzik menambahkan pentingnya pola berorganisasi yang merujuk pada muassis atau pendiri NU.

“Jadi, mengurus NU itu jangan karena jadi pengurus atau tidak, tapi mengurus NU itu karena takdzim kepada muassis NU. Bisa saja kita berbeda dengan pengurus NU, tapi jangan fokus pada orang atau oknum, tapi kepada NU dan para muassis. Kita lihat Hadratussyeikh KHM Hasyim Asy’ari,” kata Gus Fahmi yang juga Dewan Pengasuh PP Tebuireng Jombang, dan mewakili Plt Ketua PWNU Jatim KH Abdul Hakim.

Dia menambahkan kepemimpinan dalam organisasi juga harus menyatukan, bukan menyeragamkan. “Kalau seragam itu tidak mungkin karena pasti beda, tapi bagaimana menyatukan dalam kebersamaan atau kepentingan bersama,” katanya.

Sumber: republika

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *