Kultum 456: Wajibnya Menunaikan Ibadah Haji

Wajibnya Menunaikan Ibadah Haji
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 400x400

Di dalam hadits ini ditunjukkan bahwa berhaji adalah bagian dari rukun Islam. Jadi di sinilah letak wajibnya berhaji. Di dalam hadits yang lain dari Abu Hurairah, ia mengatakan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berkhutbah di tengah-tengah kami, beliau bersabda,

أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ

Bacaan Lainnya
banner 400x400

الْحَجَّ فَحُجُّوا  فَقَالَ رَجُلٌ أَكُلَّ عَامٍ

يَا رَسُولَ اللَّهِ فَسَكَتَ حَتَّى قَالَهَا

ثَلاَثًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم  لَوْ

قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ

Artinya:

Wahai sekalian manusia, Allah telah mewajibkan haji bagi kalian, maka berhajilah, lantas ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah setiap tahun (kami mesti berhaji)?” beliau lantas diam, sampai orang tadi bertanya hingga tiga kali, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam lantas bersabda, “Seandainya aku mengatakan ‘iya’, maka tentu haji akan diwajibkan bagi kalian setiap tahun, dan belum tentu kalian sanggup” (HR. Muslim no. 1337).

Selain dua hadits tersebut, masih banyak sekali hadits yang menyebutkan wajibnya haji hingga mencapai derajat ‘mutawatir’, sehingga kita dapat meyakinkan bahwa hukum haji itu wajib. Demikian juga dalil berdasarkan Ijma’, yakni konsensus para ulama. Para ulama juga sepakat bahwa hukum haji itu wajib sekali seumur hidup bagi yang mampu.

Kewajiban beribadah haji ini bahkan termasuk perkara yang “ma’lum minad diini bidh dharurah”, dan mengingkari kewajiban ini bisa dinyatakan kafir. Para ulama bahkan juga menetapkan sarat-sarat wajibnya haji, yaitu (1) Islam, (2) Berakal, bisa membedakan antara yang haq dan yang bathil, (3) Baligh, sudah dewasa(4) Merdeka, yakni tidak lagi berstatus milik orang (budak) dan (5) Mampu melakukan perjalanan ke Baitullah. Itulah sarat-sarat yang disepakati oleh para ulama dan tidak ada khilaf atau perselisihan dalam penetapan syarat-syarat ini.

Adapun penjelasan mengenai sarat mampu bagi laki-laki dan perempuan, dalam hal bekal, kesehatan, rasa aman, bisa diperjelas dalam pembahasan tersendiri. Misalnya, mampu secara khusus bagi perempuan adalah ditemani suami atau mahram, dan tidak berada dalam masa ‘iddah.

Jika sarat-sarat tersebut bisa dipenuhi, maka ibadah haji bisa dilaksanakan dan dimulai dari miqat zamani (batas waktu), yakni haji harus dimulai atau dilakukan di waktu tertentu di pada bulan-bulan haji saja. Waktu tersebut adalah pada bulan Syawwal, Dzulqa’dah, dan sepuluh hari (pertama) dari bulan Dzulhijjah. Adapun miqat makani (batas tempat), yakni ibadah haji harus dimulai atau dilakukan di tempat tertentu yang telah ditetapkan. Jadi, tidak sah jika ibadah haji dimulai dilakukan dari waktu-waktu dan tempat-tempat selainnya. InsyaAllah bersambung.

Semoga sedikit yang kita baca ini menjadi pengingat kita untuk bersyukur dan selalu berdoa sesuai ajaran Rasulullah, dan kalau sekiranya bisa memberi manfaat bagi yang lain, mari kita share kultum ini kepada sanak saudara dan handai taulan serta sahabat semuanya, semoga menjadi jariyah kita semua, aamiin.

اَلْحَمْدُ للَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Sumber : Ahmad Idris Adh.                                    —ooOoo—

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 Komentar