Layaknya Asabri dan Jiwasraya, Presiden Buruh Sangat Menolak Tapera: Apakah Ada Jaminan Tidak Akan Dikorupsi?

Buruh Sangat Menolak Tapera
Buruh Sangat Menolak Tapera
banner 400x400

Hajinews.co.idRibuan buruh menolak keras Kebijakan Tabungan Perumahan (Tapera) yang dicanangkan pemerintah yang memotong upah sebesar 2,5 persen dan perusahaan sebesar 0,5 persen.

Penolakan buruh tersebut bukannya tidak beralasan, namun mencerminkan kasus suap pengelolaan keuangan Perum Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) dan Asuransi Jiwasraya.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mempertanyakan lokasi pembangunan perumahan yang dijanjikan pemerintah.

Jika kita menengok ke masa lalu pada tahun 1980an dan 1990an, pemerintah Indonesia mempersiapkan pembangunan perumahan terlebih dahulu melalui Perusahaan Pembangunan Perumahan Nasional (Perumnas).

“Sekarang pertanyaannya iuran sudah dipotong terus rumahnya di mana? Dulu tahun tahun 80-90, seorang PNS, prajurit TNI-Polri begitu dia dipotong iuran rumah, dia sudah tahu, oh rumahnya di Perumnas 1, Perumnas 2, Perumnas 3, di Bekasi, di Depok, Tangerang, di Jakarta Perumnas Pondok Kopi,” kata Iqbal pada Kamis (6/6/2024).

Iqbal menuding, pemerintah memang tidak berniat memberikan rumah untuk rakyatnya.

Hal ini dapat dilihat dari pihak yang mengeluarkan iuran, yakni hanya pekerja dan perusahaan, sedangkan pemerintah justru bertugas mengelola duitnya.

“Hari ini coba kalian tanya sama BP Tapera dan Menteri-Menteri itu rumahnya di mana, programnya dijalankan upahnya dipotong. ertanyaannya sederhana tanya dulu rumahnya di mana. Memang niatnya nggak mau ngasih rumah kok, hanya mau motong uang masyarakat, kami menolak terhadap program Tapera, cabut PP Nomor 21 Tahun 2024,” tegas Iqbal.

Menurut dia, program Tapera juga sangat tidak rasional jika dihitung berdasarkan nilai duit yang dipotong dari pekerja dan perusahaan.

Dengan rata-rata upah Rp 3,5 juta per bulan, kata Iqbal, potongan untuk Tapera sebesar Rp 105.000 per bulan.

Jika dikali selama 12 bulan atau setahun, duit yang terkumpul hanya Rp 12,6 juta.

Sementara jika tabungannya mencapai 20 tahun, totalnya Rp 25,2 juta.

“Mana ada rumah harganya Rp 12,6 juta sampai Rp 25,2 juta, bahkan sekadar untuk mendapatkan uang muka rumah itu tidak mungkin cukup, jadi Tapera didesain hanya untuk tidak punya rumah, pertanyaan nya, uang iuran ini dikumpulkan untuk apa?,” ucap Iqbal.

“Pemerintah harus menjelaskan apa tujuan dari pengumpulan iuran Tapera ini, bukan dengan sombongnya tidak akan dibatalkan. Kalau memang tidak dibatalkan, uang ini untuk apa? kalau untuk uang muka 10 tahun saja nggak cukup ko, apalagi memiliki rumah,” lanjut Iqbal.

Dia menjelaskan, setiap bulan para buruh harus mengikhlaskan dengan berbagai potongan dari gaji yang diperoleh.

Rinciannya, potongan jaminan pensiun 1 persen, jaminan kesehatan 1 persen, PPh 21 pajak 5 persen, jaminan hari tua 2 persen dan lain-lain, hingga totalnya menjadi 12 persen sebulan.

Total potongan ini, lanjut dia, akan diperparah dengan adanya Tapera sebesar 2,5 persen oleh buruh atau pekerja.

Jika kebijakan ini diberlakukan, karyawan hanya membawa bukti atau slip pembayaran gaji yang diterima dari perusahaan.

“Ini memberatkan di tengah daya beli buruh yang turun 30 persen akibat upah naik 1,58 persen, sedangkan inflasi 8 persen ditambah lagi Tapera 2,5 persen. Oleh karena ini kami meminta pemerintah mencabut PP 21 tentang Tapera dan terkahir kalau dia dikelola oleh pemerintah padahal uangnya rakyat, pertanyaannya ada jaminan nggak bakal dikorupsi?,” ucapnya.

“Asabri dikorupsi besar-besaran, Taspen korupsi besar-besaran, itu dikelola oleh pemerintah oleh para menteri yang bertanggung jawab, buktinya dikorupsi. Kami masyarakat sipil khususnya buruh, tidak rela uang ini dikorupsi,” sambungnya.

Buruh Ancam Demo Serentak di Seluruh Nusantara

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *