Kultum 468: Badal Haji dan Umrah

Badal Haji dan Umrah
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 400x400

Satu hal yang perlu diketahui, bahwa seseorang yang hendak membayar orang lain untuk menghajikan atau mengumrohkan secara badal, hendaknya ia memilih orang yang amanah untuk menjalankannya. Hal ini untuk menghindari orang yang tidak amanah yang hendak memakan harta orang lain dengan cara yang batil. Misalnya, satu orang menerima uang dari 5 orang lalu ia badalkan untuk 5 orang, padahal satu orang hanya bisa membadalkan satu orang saja.

Ada riwayat dari Buraidah Radhiallahu ‘anhu, ia mengatakan,“Tatkala aku duduk di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tiba-tiba datang seorang wanita kepadanya lantas berkata, sesungguhnya aku telah mensedekahkan seorang budak wanita kepada ibuku, dan ibuku telah meninggal”, Nabi berkata, “Pahalamu telah tetap, dan warisan mengembalikan budakmu kepadamu”, ia berkata, “Ya Rasulullah, ibuku punya kewajiban puasa sebulan, apakah aku berpuasa atasnya?”, Nabi berkata, “Berpuasalah atasnya”, ia berkata, “Ibuku belum berhaji sama sekali, apakah aku menghajikannya?”, Nabi berkata, “Berhajilah atasnya” (HR Muslim no. 1149).

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Sementara itu, dari Ibnu Abbas ia berkata, “Sesungguhnya seorang wanita Juhainah datang kepada Nabi shallallahu ‘Alaihi wasallam lantas berkata, sesungguhnya ibuku bernadzar akan berhaji akan tetapi ia tidak berhaji hingga akhirnya ia wafat, maka apakah aku menghajikannya?” Nabi berkata, “Iya, hajikan ibumu, bagaimana menurutmu jika ibumu berhutang, apakah engkau menunaikannya?, tunaikanlah kepada Allah, maka Allah lebih utama untuk ditunaikan hutang kepadaNya” (HR Al-Bukhari no 1852).

Perlu diperhatikan bahwa jika haji yang wajib karena nadzar saja hendaknya ditunaikan atas mayat maka apalagi haji wajib (haji pertama), tentu lebih utama untuk ditunaikan atas mayat. Demikian juga Ibnu Abbas berkata, “Ada seorang lelaki menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam lalu berkata kepada beliau, sesungguhnya saudariku telah bernadzar untuk berhaji, sekarang ia telah meninggal”, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Seandainya saudarimu punya tanggungan hutang, apakah engkau akan menunaikannya?” Ia barkata, “Iya”, Nabi berkata, “Maka tunaikanlah kepada Allah, maka Allah lebih utama untuk ditunaikan hutang kepadaNya” (HR Al-Bukhari no. 6699).

Dalam hadits tersebut, Nabi tidak merinci dan tidak bertanya apakah lelaki tersebut adalah ahli waris saudarinya?, hal ini menunjukan perkaranya umum, bahwa haji badal boleh dilakukan oleh ahli waris atau bukan, baik laki-laki maupun perempuan. Demikian juga Nabi mengqiaskan (menganalogikan) hutang haji dengan hutang harta, jika hutang harta boleh ditunaikan atau dilunasi oleh siapapun juga dan tanpa sepengatuhan orang yang berhutang maka demikian pula dengan haji. Allahu ya’lam.

Semoga sedikit yang kita baca ini menjadi pengingat kita untuk bersyukur karena dijadikan Allah hamba yang beriman, dan kalau sekiranya bisa memberi manfaat bagi yang lain, mari kita share kultum ini kepada sanak saudara dan handai taulan serta sahabat semuanya, semoga menjadi jariyah kita semua, aamiin.

اَلْحَمْدُ للَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Sumber : Ahmad Idris Adh.                                    —ooOoo—

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *