Kultum 469: Hukum Seputar Badal Haji

Hukum Seputar Badal Haji
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 400x400

Di dalam hadits ini tidak dirinci dan nbai tidak bertanya apakah lelaki tersebut adalah ahli waris saudarinya (atau bukan)?  Hal ini menunjukan perkaranya umum, bahwa haji badal boleh dilakukan oleh ahli waris atau bukan, baik laki-laki maupun perempuan. Bahkan  Nabi mengqiaskan (menganalogikan) hutang haji dengan hutang harta, jika hutang harta boleh ditunaikan/dilunasi oleh siapapun juga dan tanpa sepengatuhan orang yang berhutang maka demikian pula dengan haji.

Pendapat demikian juga merupakan pendapat As-Syafiiyah, namun dengan syarat mayat ketika hidup telah mewashiatkan hal itu. Ini juga pendapat madzhab Hambali, dan pendapat yang dipilih oleh Bin Baaz (dalam: Majmuu Fatawa Ibn Baz 16/405). Beliau ditanya tentang apakah boleh seseorang menghajikan ibunya yang telah meninggal sementara semasa hidupnya ibunya telah berhaji 7 kali haji. Maka beliau menyatakan akan bolehnya hal tersebut dan merupakan bentuk berbakti kepada ibunya yang mendatangkan pahala yang besar.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Ibnu ‘Abbas meriwayatkan tatkala haji wada’, ada seorang wanita dari Khosyam bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya kewajiban haji yang Allah wajibkan terhadap para hambaNya telah mengenai ayahku yang sudah dalam kondisi tua, ia tidak kokoh untuk naik di atas tunggangan. Maka apakah aku menghajikannya?’. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ya’ (HR. Bukhari no. 1513 dan Muslim no. 1334). Hadits ini juga jelas menunjukkan bahwa seorang wanita boleh menghajikan seorang lelaki.

Ini sejalan dengan yang dikatakan Ibnu Qudamah, “Boleh bagi seorang lelaki menghajikan seorang wanita dan seorang wanita menghajikan seorang lelaki menurut pendapat seluruh ulama, dan kami tidak mengetahui adanya seorangpun yang menyelishi tentang hal ini kecuali al-Hasan bin Salih, beliau benci seorang wanita menghajikan seorang lelaki” (Al-Mughni 3/226).

Semoga sedikit yang kita baca ini menjadi pengingat kita untuk bersyukur karena dijadikan Allah hamba yang beriman, dan kalau sekiranya bisa memberi manfaat bagi yang lain, mari kita share kultum ini kepada sanak saudara dan handai taulan serta sahabat semuanya, semoga menjadi jariyah kita semua, aamiin.

اَلْحَمْدُ للَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Sumber : Ahmad Idris Adh.                                    —ooOoo—

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *