Haji dan Rasisme Barat

Haji dan Rasisme Barat
Haji dan Rasisme Barat
banner 400x400

Tapi sesungguhnya Ketika Rasulullah memulai dengan “Satu Tuhan” dan “Satu Ayah” menggambarkan ekspresi yang all-inclusive. Artinya pernyataan beliau menekankan jika semua manusia dengan segala belakangnya adalah setara. Setara walau tidak harus sama. Ada kesatuan dan kesetaraan di tengah perbedaan-perbedaan dan keragaman yang ada.

Hal yang kemudian ditegaskan dan direalisasikan dalam kehidupan nyata Rasulullah dan umatnya. Berbagai ayat Al-Qur’an dan hadits, maupun catatan sirah (sejarah hidup) Rasulullah SAW membuktikan apa yang pernah beliau sampaikan itu.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang lelaki dan seorang wanita lalu menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa” (Al-Hujurat:13).

Bahkan di ayat pertama Surah an-Nisa Allah menegaskan: “Wahai manusia bertakwalah kalian kepada Allah yang telah menciptakan kalian dari satu jiwa/orang (Adam).

Berbagai ayat lainnya menegaskan hal yang sama. Ayat tentang Allah yang membentuk (termasuk ras dan warna kulit) manusia menunjukkan bahwa warna kulit dan ras adalah karunia yang Allah berikan. Bukan karena manusia yang menghendaki. “Dialah (Allah) yang membentuk kalian sesuai kehendakNya” (Al-Imran: 3).

Bahkan lebih jauh Al-Quran menegaskan jika perbedaan dan keragaman itu adalah bagian dari sunnatullah dan tanda kebesaranNya: “Dan di antara tanda-tanda kebesaranNya adalah perbedaan bahasa dan warna kalian” (Ar-Rum).

Dalam sejarah Islam pun kita kenal secara dekat bagaimana Rasulullah tegas dalam hal menjamin kesetaraan ini. Pengikut beliau pun sejak awal memilki keragaman yang luas. Ada Bilal (Afrika), Salman (Persia), Suhaeb (Roma/Putih). Tentunya bersama mereka para kaum Arab Quraish.

Saya mungkin akhiri dengan mengingatkan kembali cerita perselisihan dua sahabat yang tidak saja berbeda ras dan warna kulit. Tapi juga berbeda strata atau tingkatan sosialnya. Antara Bilal yang berkulit hitam dan mantan budak yang miskin dan Abdurrahman bin Auf yang Arab terhormat dan kaya.

Intinya perselisihan dua sahabat ini melibatkan prilaku rasis. Di mana sahabat Arab yang kaya itu merendahkan Bilal dengan menyebutnya “anak seorang Ibu hitam”. Rasulullah yang mengetahui itu dengan tegas menyatakan kepada sahabat terhormat itu: “sesungguhnya kamu adalah orang yang masih memiliki sifat jahiliyah”.

Semoga dengan memahami makna globalitas kekeluargaan kemanusiaan melalui ibadah haji umat Islam semakin tersadarkan akan tanggung jawab globalnya untuk kemanusiaan itu. Termasuk Urgensinya bagi umat ini sadar jika keislaman kita itu Universal. Tidak ada keutamaan Islam seseorang karena ras, warna kulit dan kebangsaan.

Maka tak perlu angkuh menyebut diri “Islam Nusantara” atau “Islam Arab”. Benahi saja ketakwaan kita. Itulah kemuliaan sejati. Yakin!

Manhattan, 20 Juni 2024

(Ditulis untuk mengingat Juneteenth atau hari pembebasan perbudakan warga hitam di Amerika).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *